Tak hanya menimbulkan rasa lelah dan grogi, nyatanya kurang tidur juga dapat berdampak luas pada kesehatan mental. Sebuah studi baru menunjukkan bahwa kurang tidur mengurangi kepositifan dan meningkatkan risiko gejala kecemasan.

Dalam studi yang diterbitkan oleh American Psychological Association, para peneliti mengamati data dari 154 studi selama 50 tahun, dengan total 5.715 partisipan. Para partisipan mengalami gangguan tidur selama satu malam atau lebih. Setelah gangguan tidur, setidaknya satu variabel yang berhubungan dengan emosi para partisipan dievaluasi. Ini termasuk suasana hati yang dilaporkan sendiri, respons terhadap rangsangan emosional, dan ukuran gejala depresi dan kecemasan.

Tim meneliti tiga bentuk kurang tidur, yakni satu bentuk yang membuat partisipan tetap terjaga dalam waktu yang lama, satu bentuk lainnya membuat partisipan memiliki durasi tidur yang lebih pendek dari biasanya, dan jenis ketiga membuat partisipan terbangun secara berkala sepanjang malam.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga jenis kurang tidur tersebut berhubungan dengan berkurangnya emosi positif, seperti kegembiraan, kebahagiaan, dan kepuasan, serta meningkatnya gejala kecemasan seperti detak jantung yang cepat dan rasa khawatir.

"Hal ini terjadi bahkan setelah kehilangan waktu tidur dalam waktu singkat, seperti begadang satu atau dua jam lebih lambat dari biasanya atau setelah kehilangan waktu tidur hanya beberapa jam. Kami juga menemukan bahwa kurang tidur meningkatkan gejala kecemasan dan menumpulkan gairah dalam menanggapi rangsangan emosional," kata Cara Palmer, penulis utama studi dari Montana State University, dikutip dari Medical Daily, Rabu (27/12).

Namun, gejala depresi dan emosi negatif, seperti kesedihan, kekhawatiran, dan stres yang diamati lebih kecil dan kurang konsisten. Keterbatasan penelitian ini adalah kurangnya keragaman usia karena mayoritas partisipan adalah orang dewasa muda.

"Dalam masyarakat kita yang sebagian besar kurang tidur, mengukur efek kehilangan tidur pada emosi sangat penting untuk meningkatkan kesehatan psikologis. Penelitian ini merupakan sintesis paling komprehensif dari penelitian eksperimental tentang tidur dan emosi hingga saat ini, dan memberikan bukti kuat bahwa periode terjaga yang diperpanjang, durasi tidur yang diperpendek, dan terbangun di malam hari berdampak buruk pada fungsi emosional manusia," ujar Palmer.

"Penelitian telah menemukan bahwa lebih dari 30 persen orang dewasa dan hingga 90 persen remaja tidak cukup tidur. Implikasi dari penelitian ini bagi kesehatan individu dan masyarakat cukup besar dalam masyarakat yang sebagian besar kurang tidur. Industri dan sektor yang rentan mengalami kurang tidur, seperti petugas medis, pilot, dan pengemudi truk, harus mengembangkan dan mengadopsi kebijakan yang memprioritaskan tidur untuk mengurangi risiko terhadap fungsi dan kesejahteraan di siang hari," tambah Palmer.

Baca Juga: