Sebuah penelitian terbaru, berdasarkan hasil otopsi, mendeteksi mikroplastik di dalam buluh penciuman, pusat penciuman di otak manusia. Penelitian ini mengungkapkan bahwa mikroplastik kecil yang mengambang di udara ini masuk ke dalam otak melalui pernapasan.
Studi terbaru yang dipublikasikan di Jama Network Open yang menganalisis bola penciuman dari 15 orang yang telah meninggal dengan menggunakan spektroskopi inframerah transformasi Fourier mikro menemukan adanya mikroplastik di bola penciuman 8 orang.
"Kehadiran mikroplastik dalam bola penciuman manusia menunjukkan jalur penciuman sebagai jalur masuk potensial untuk mikroplastik ke otak, menyoroti perlunya penelitian lebih lanjut tentang efek neurotoksik dan implikasinya bagi kesehatan manusia," kata para peneliti, dikutip dari Medical Daily, Rabu (18/9).
Mikroplastik merupakan ancaman bagi ekosistem dan kesehatan manusia. Mereka biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui asupan oral, inhalasi, dan kontak kulit. Penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik dapat menyebabkan stres oksidatif, kerusakan DNA, disfungsi organ, gangguan metabolisme, respons imun, neurotoksisitas, dan toksisitas reproduksi dan perkembangan.
Penelitian sebelumnya telah mendeteksi mikroplastik di berbagai jaringan manusia, termasuk paru-paru, usus, hati, darah, testis, dan air mani. Sebelumnya diyakini bahwa penghalang darah-otak pelindung tubuh akan mencegah partikel-partikel ini masuk ke dalam otak. Oleh karena itu, penelitian terbaru ini merupakan yang pertama kali mendeteksi mikroplastik di otak manusia.
Para peneliti mengidentifikasi 16 partikel dan serat polimer sintetis pada 8 dari 15 orang yang meninggal, mulai dari 1 hingga 4 mikroplastik per bola penciuman.
"Data kami mendukung gagasan bahwa jalur penciuman adalah tempat masuknya polutan udara lingkungan yang penting. Mempertimbangkan potensi efek neurotoksik yang disebabkan oleh mikroplastik di otak, dan kontaminasi lingkungan yang meluas dengan plastik, hasil penelitian kami harus menjadi perhatian dalam konteks meningkatnya prevalensi penyakit neurodegeneratif," para peneliti menyimpulkan.
"Dengan plastik nano yang jauh lebih kecil yang masuk ke dalam tubuh dengan lebih mudah, tingkat total partikel plastik mungkin jauh lebih tinggi. Yang mengkhawatirkan adalah kapasitas partikel-partikel tersebut untuk terinternalisasi oleh sel dan mengubah fungsi tubuh kita," tutur peneliti studi, Thais Mauad, seorang profesor patologi di University of Sao Paolo di Brasil.