SEOUL - Di tengah musim panas yang berkepanjangan di Korea Selatan, penelitian yang diungkap pada 18 September menunjukkan meningkatnya suhu tidak hanya dapat menyebabkan penyakit terkait panas, tetapi juga meningkatkan risiko timbulnya penyakit mental seperti depresi.

Menurut penelitian gabungan yang dilakukan oleh Universitas Katolik Korea, Universitas Nasional Seoul, dan Universitas Nasional Pusan dengan 219.187 responden Survei Kesehatan Masyarakat Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea, untuk setiap peningkatan suhu tahunan rata-rata sebesar 1 derajat Celsius, responden 13 persen lebih mungkin melaporkan mengalami gejala depresi.

Korea Selatan kini mengalami bulan September yang bersejarah, dengan rata-rata suhu tinggi harian nasional selama periode 1 hingga 14 September mencapai 31 derajat Celsius untuk pertama kalinya dalam 52 tahun.

Dikutip dari The Straits Times, menurut Badan Meteorologi Korea, angka tersebut 1,5 derajat Celsius lebih tinggi dari rekor sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 1998, yang merupakan salah satu bulan September terpanas yang pernah tercatat di Semenanjung Korea.

Gelombang Panas

Pada tanggal 18 September, peringatan gelombang panas dikeluarkan di sebagian besar negara, dengan suhu siang hari rata-rata diperkirakan mencapai 33 hingga 35 derajat Celcius.

Malam tropis atau malam saat suhu tidak turun di bawah 25 derajat Celcius, juga tercatat secara tidak biasa di beberapa wilayah termasuk Seoul, Incheon, dan Daejeon.

Chuncheon di Provinsi Gangwon mencatat malam tropis pada bulan September untuk pertama kalinya sejak catatan cuaca pertama kali disimpan di kota tersebut. Seoul mencatat malam tropis kedua pada tanggal 18 September untuk pertama kalinya sejak catatan cuaca pertama kali disimpan, dengan yang pertama pada tanggal 10 September.

Studi bersama terkini tentang korelasi antara suhu dan kesehatan mental terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Nasional Seoul pada tahun 2018, yang menunjukkan bahwa paparan suhu tinggi meningkatkan kemungkinan dirawat di rumah sakit karena memburuknya kesehatan mental.

Studi tahun 2018 mengungkapkan hingga 14,6 persen pasien yang dirawat di rumah sakit karena penyakit mental terkena dampak gelombang panas.

Dengan 19,1 persen pasien berusia 65 tahun ke atas, hasil studi menunjukkan lansia lebih rentan terhadap suhu tinggi. Kecemasan merupakan gangguan kejiwaan yang paling signifikan pada saat itu, yakni 31,6 persen, diikuti oleh demensia sebesar 20,5 persen, skizofrenia sebesar 19,2 persen, dan depresi sebesar 11,6 persen.

"Paparan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang biasa kita alami dapat menyebabkan depresi karena ketidaknyamanan, gangguan tidur, dan penurunan dalam kehidupan sehari-hari," kata Profesor Bae Sang-hyuk dari Departemen Kedokteran Pencegahan Universitas Katolik Korea mengenai hasil studi bersama itu.

Hasil studi menunjukkan kita sekarang perlu bersiap menghadapi aspek psikiatris dari perubahan iklim, di antara banyak dampak kesehatan lain yang mungkin ditimbulkannya.

Sementara itu, Pusat Kesehatan Mental Nasional, sebuah badan operasional yang berafiliasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan, mengumumkan tawaran pada 15 September untuk mengembangkan alat guna menganalisis dan mengevaluasi dampak krisis iklim terhadap kesehatan mental.

Setelah melakukan penilaian menyeluruh terhadap dampak perubahan iklim terhadap kesehatan mental hingga Oktober 2025, lembaga tersebut bermaksud menggunakan hasil penelitian tersebut sebagai dasar untuk mengembangkan indikator dan kebijakan yang relevan.

Baca Juga: