WASHINGTON DC - Variasi genetik dari virus korona yang mendominasi di dunia saat ini, lebih ganas menginfeksi sel pada manusia daripada pemunculan pertama kalinya di Tiongkok pada tahun lalu. Hal ini dilaporkan sebuah studi terbaru yang dipublikasikan jurnal Cell edisi Kamis (2/7).

"Berdasarkan riset laboratorium menyebutkan mutasi yang terjadi saat ini lebih memudahkan penularan antarmanusia dibandingkan penularan sebelumnya, namun hal ini belum terbukti," demikian kesimpulan studi yang dimuat di jurnal Cell.

Sementara itu menurut pakar penyakit terkemuka dari Amerika Serikat (AS), Anthony Fauci, hasil studi itu memperkuat dugaan bahwa mutasi tunggal bisa membuat virus mereplikasi secara lebih sempurna, dan mungkin daya penularannya semakin lebih ganas. Fauci sendiri tak terlibat dalam studi tersebut, namun komentarnya itu dimuat pada Journal of the American Medical Association.

"Kita belum memiliki bukti koneksi apakah penularan bisa jadi ganas atau tidak. Namun dipastikan virus mereplikasi lebih sempurna dan lebih mudah menular, kami masih mendalami semua ini," ungkap Fauci.

Saat ini peneliti dari Los Alamos National Laboratory di New Mexico dan Duke University di North Carolina, tengah bermitra dengan kelompok peneliti COVID-19 Genomics di University of Sheffield, Inggris, untuk menganalisa sampel yang diberikan GISAID, sebuah lembaga internasional untuk berbagi urutan genom.

Mereka menemukan bahwa varian virus yang dominan saat ini, yang disebut "D614G," telah membuat perubahan kecil namun kuat pada jumlah protein yang ada di permukaan virus, yang digunakannya untuk menyerang dan menginfeksi sel manusia.

Para ilmuwan pertama kali memposting makalah mereka ke situs pracetak medis bioRxiv pada April, di mana makalah itu menembus rekor karena menerima 200.000 respons.

Pada awalnya respons itu berupa kritik karena para ilmuwan tidak membuktikan bahwa mutasi itu sendiri bertanggung jawab atas faktor dominasi karena hal itu bisa diuntungkan dari faktor lain atau terjadi secara kebetulan.

Oleh karena itu tim melakukan percobaan tambahan dimana banyak dari percobaan itu dilakukan atas perintah editor Cell. Mereka lalu menganalisis data 999 pasien Inggris yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 dan mengamati bahwa mereka dengan varian memiliki lebih banyak partikel virus di dalamnya, tanpa mengubah keparahan penyakit yang mereka derita.

Sementara itu, eksperimen laboratorium menunjukkan bahwa varian tersebut tiga hingga enam kali lebih mampu menginfeksi sel manusia. "Sepertinya itu adalah virus yang lebih kuat," komentar Erica Ollmann Saphire, yang melakukan salah satu eksperimen di La Jolla Institute for Immunology.

Masih Kemungkinan

Tetapi segala sesuatu pada tahap ini hanya dapat dikatakan "mungkin" karena percobaan in vitro seringkali tidak meniru dinamika pandemi. Sejauh yang kita tahu, meskipun varian yang menyebar saat ini lebih mudah menular dan itu mungkin atau mungkin tidak lebih menular antara orang-orang.

Sementara itu menurut Nathan Grubaugh, seorang ahli virus di Yale School of Public Health yang tak terlibat dalam studi ini mengatakan bahwa perluasan varian apakah melalui seleksi alam atau kebetulan, tetap berarti varian ini sekarang telah menjadi pandemi. Grubaugh pun menambahkan bahwa bagi masyarakat umum, hasil studi ini tidak banyak berubah.

"Meskipun masih ada studi penting yang diperlukan untuk menentukan apakah ini akan mempengaruhi pengembangan obat atau vaksin dengan cara yang berarti, kami tidak berharap bahwa D614G akan mengubah langkah-langkah pengendalian kami atau membuat infeksi individu lebih buruk," pungkas dia. SB/AFP/I-1

Baca Juga: