SINGAPURA - Sebuah penelitian dari University of Birmingham baru-baru ini menunjukkan mengonsumsi makanan berlemak saat stres dapat mengurangi aliran darah ke otak dan memengaruhi fungsi pembuluh darah. Hal ini pada gilirannya dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fungsi kognitif Anda serta meningkatkan risiko penyakit jantung.

Beban kerja yang berat, tenggat waktu yang semakin dekat, dan jam kerja yang panjang dapat membuat orang kembali ingin makan yang lezat. Namun, rasa yang menenangkan itu dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk menghadapi stres.

Dikutip dari The Straits Times, partisipan penelitian, berusia antara 20 dan 30 tahun, diberi diet tinggi lemak dan diet rendah lemak sebelum menjalani tes.

Sebagai bagian dari tes, mereka harus mengerjakan penjumlahan mental dengan kecepatan yang semakin meningkat dan diperingatkan ketika mereka mendapat jawaban yang salah. Mereka juga diberitahu bahwa mereka bersaing langsung dengan peserta lain dan kehilangan poin untuk setiap jawaban yang salah, serta difilmkan saat menyelesaikan tugas dan disuruh menonton sendiri.

Penulis pertama studi ini, Rosalind Baynham, seorang peneliti di Universitas Birmingham, mengatakan kepada situs berita sains Technology Networks bahwa tes itu menyimulasikan stres sehari-hari yang mungkin harus dihadapi para peserta di tempat kerja atau di rumah.

"Saat kita stres, berbagai hal terjadi di dalam tubuh, detak jantung dan tekanan darah kita meningkat, pembuluh darah kita melebar dan aliran darah ke otak meningkat. Kita juga tahu elastisitas pembuluh darah kita, yang merupakan ukuran fungsi pembuluh darah, menurun seiring dengan tekanan mental," tuturnya.

Elastisitas Arteri Menurun

Studi tersebut menemukan mengonsumsi makanan berlemak saat stres mengurangi fungsi pembuluh darah sebesar 1,74 persen dengan penurunan elastisitas arteri pada peserta yang terdeteksi hingga 90 menit setelah peristiwa stres selesai.

Penelitian sebelumnya menunjukkan penurunan fungsi pembuluh darah yang lebih rendah, sebesar 1 persen, dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 13 persen.

Penulis studi lainnya, Jet Veldhuijzen van Zanten, mengatakan bagi orang yang sudah memiliki peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, dampaknya bisa lebih serius.

Baca Juga: