PARIS - Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Badan Pangan PBB atau Food and Agriculture Organization (FAO), Selasa (7/2), mengatakan mengurangi setengah pemborosan makanan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan membantu mengatasi bahaya kelaparan bagi 153 juta orang di seluruh dunia.

Menurut FAO, sekitar sepertiga makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi manusia hilang atau terbuang secara global, yang mengakibatkan emisi yang tidak perlu dan berkurangnya ketersediaan makanan bagi yang membutuhkan.

Seperti dikutip dari AFP, pada 2033, jumlah kalori yang hilang dan terbuang dari produk pertanian sebelum mencapai toko dan rumah tangga bisa mencapai lebih dari dua kali lipat jumlah kalori yang dikonsumsi saat ini di negara-negara berpenghasilan rendah dalam satu tahun.

Menurut laporan tersebut, mengurangi separuh dari jumlah makanan yang hilang dan terbuang sepanjang rantai pasokan dari pertanian ke meja makan, memiliki potensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pertanian global sebesar empat persen dan jumlah orang yang mengalami kekurangan gizi sebesar 153 juta pada 2030.

"Target ini merupakan batas atas yang sangat ambisius dan memerlukan perubahan besar baik dari pihak konsumen maupun produsen," tambah mereka.

Pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya menyumbang sekitar seperlima emisi gas rumah kaca global yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Negara-negara anggota PBB telah berkomitmen untuk mengurangi limbah makanan per kapita sebesar 50 persen pada 2030 sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan. Namun tidak ada target global untuk mengurangi kehilangan makanan di sepanjang rantai pasokan produksi.

Mudah Rusak

Menurut laporan tersebut, pada periode antara 2021 dan 2023, buah-buahan dan sayuran menyumbang lebih dari separuh makanan yang hilang dan terbuang karena sifatnya yang sangat mudah rusak dan umur simpan yang relatif singkat. Sereal juga disebut menyumbang lebih dari seperempat dari makanan yang hilang dan terbuang.

FAO memperkirakan sekitar 600 juta orang akan menghadapi bahaya kelaparan pada 2030. Langkah-langkah untuk mengurangi kerugian dan pemborosan makanan dapat secara signifikan meningkatkan konsumsi pangan secara global karena ketersediaan pangan meningkat dan harga turun, memastikan akses yang lebih besar terhadap pangan bagi populasi berpendapatan rendah.

Mengurangi separuh kerugian dan pemborosan makanan pada tahun 2030 berpotensi meningkatkan konsumsi pangan sebesar 10 persen di negara-negara berpendapatan rendah, enam persen di negara-negara berpendapatan menengah rendah, dan empat persen di negara-negara berpendapatan menengah atas.

Sementara itu seperti dikutip dari Antara, Kantor Koordinasi urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menyatakan Sudan sedang menghadapi krisis pangan terburuk dalam dua dekade terakhir.

"Lebih dari 60.000 orang telah mengungsi akibat pertempuran di Kota Singa di Negara Bagian Sennar, Sudan tenggara, seiring dengan kerawanan pangan di wilayah Abu Hajar dan Dali," kata pejabat informasi publik OCHA, Vanessa Huguenin, dalam konferensi pers di Jenewa, Selasa (2/7).

Situasi keamanan di Sudan meningkat pada Senin (1/7) ketika pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) mengeklaim kendali atas Markas Besar Brigade Infanteri ke-67 dan Brigade Artileri ke-165 di Singa. Namun, Angkatan Darat Sudan tidak merespons secara resmi pernyataan kendali parameter tersebut.

Pada Minggu (30/6), tentara Sudan melaporkan bentrokan dengan RSF di Singa, Ibu Kota Negara Bagian Sennar, mengakibatkan gelombang pengungsian warga secara signifikan.

Huguenin mengatakan bentrokan antara Angkatan Bersenjata Sudan dan RSF di Singa yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, mengakibatkan sebagian besar pengungsi bergerak ke arah timur ke Negara Bagian terdekat yakni Gedaref.

Pejabat PBB tersebut menekankan perempuan, anak-anak, dan seluruh keluarga dipaksa mengungsi dan meninggalkan harta benda mereka karena situasi terus memburuk di seluruh wilayah Sudan.

Dia menegaskan kembali Sudan saat ini menghadapi krisis pangan terburuk dalam 20 tahun terakhir. Konflik di Sudan pecah pada April 2023 antara Jenderal Angkatan Darat Abdel Fattah al-Burhan dan komandan RSF Mohamed Hamdan Dagalo karena ketidaksepakatan menyoal integrasi RSF ke dalam militer

Baca Juga: