Akibat pemanasan global, sebuah penelitian menunjukkan frekuensi kekeringan kilat meningkat karena perubahan iklim.

WASHINGTON - Sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Science, Kamis (13/4), menyebutkan musim kering yang dikenal sebagai kekeringan kilat, dengan serangan yang sangat cepat dan sering kali berdampak menghancurkan, kini lebih sering terjadi dengan aktivitas manusia menghangatkan planet ini.

Dikutip dari France 24, meskipun kekeringan umumnya dianggap sebagai fenomena jangka panjang, beberapa dapat terjadi secara tiba-tiba, dalam hitungan minggu, ketika kondisinya tepat.

Pemanasan global adalah resep untuk meningkatkan kondisi khusus tersebut di seluruh dunia, menciptakan penurunan curah hujan dan peningkatan penguapan di daerah tertentu, yang mengeringkan tanah lebih cepat.

Para peneliti menganalisis kombinasi data satelit dan pembacaan kelembaban tanah dari periode lebih dari 60 tahun (1951-2014). "Kekeringan cepat dan lambat meningkat saat suhu global meningkat," kata penulis utama Xing Yuan. "Tapi, kekeringan kilat meningkat lebih cepat terutama di Eropa, Asia Utara, dan Timur, Sahel dan pantai barat Amerika Selatan," katanya.

Peneliti yang berbasis di Nanjing University of Information Science and Technology (NUIST) Tiongkok, memperingatkan bahwa serangan kekeringan yang cepat memberi manusia sedikit waktu untuk beradaptasi, seperti dengan mengalihkan sumber air atau mempersiapkan kebakaran hutan. "Vegetasi juga tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi," tambahnya.

Tim Yuan menggunakan pemodelan iklim untuk meramalkan bagaimana kekeringan kilat akan berubah di bawah beberapa kemungkinan skenario emisi gas rumah kaca.

Bahkan jika emisi sedang, kekeringan kilat akan terus menjadi lebih sering terjadi di hampir semua wilayah. Di bawah skenario emisi yang lebih tinggi, trennya akan lebih drastis.

Yuan juga mengatakan data menunjukkan peningkatan umum dalam kecepatan awal kekeringan, dengan timnya menemukan "transisi yang kuat pada skala global" dari kekeringan yang lambat hingga kilat. "Kami percaya pengurangan emisi dapat memperlambat transisi ini," katanya kepada AFP.

Kerugian Ekonomi

Konsep kekeringan kilat muncul pada awal abad ke-21, tetapi mendapat lebih banyak perhatian sejak kekeringan musim panas 2012 di Amerika Serikat, yang berlangsung sangat cepat dan menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari 30 miliar dollar AS.

Sepotong komentar oleh dua pakar dari Belanda, juga diterbitkan di Science, mengatakan peringatan studi tersebut "harus ditanggapi dengan serius" karena ancamannya "mungkin lebih besar dari yang mereka sarankan".

David Walker dari Universitas Wageningen dan Anne Van Loon dari Vrije Universiteit (VU) Amsterdam, keduanya tidak terlibat dalam pekerjaan Yuan, menggarisbawahi bahwa sebagian besar "kawasan hot spot" yang ditentukan oleh penelitian ini adalah daerah berpenghasilan rendah.

"Wilayah ini umumnya memiliki populasi yang lebih rentan dan sumber daya keuangan yang lebih rendah untuk mekanisme penanggulangan," kata mereka.

Pasangan ini juga menambahkan metode saat ini untuk mendeteksi kekeringan, sering kali analisis data bulan demi bulan.

"Harus diperbarui untuk beroperasi pada skala waktu yang lebih pendek, karena peningkatan kekeringan kilat yang dapat membangun dan memicu hasil hanya dalam beberapa minggu," ungkapnya.

Sebelumnya seperti dikutip dari Antara, Presiden Irak, Abdul Latif Jamal Rashid, mengungkapkan krisis air di Irak mengancam keamanan pangan dan berisiko menimbulkan masalah besar bagi negaranya.

"Pengairan lintas batas tidak mampu mencukupi kebutuhan Irak dan penyusutan aliran air telah menyebabkan krisis air terparah dalam sejarah modern Irak," kata Rashid.

Menurut Rashid, kekeringan yang semakin parah mengancam masyarakat dan perekonomian Irak. Sebanyak 40 persen wilayah Irak sedang terancam oleh proses penggurunan dan kian diperparah oleh kebijakan sejumlah negara tetangga yang dinilai terus menyebabkan berkurangnya sumber air alami. "Kebutuhan air di Irak diperkirakan akan terus bertambah dalam 10 tahun ke depan seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk," jelas Rashid.

Rashid meminta PBB untuk mengambil langkah serius dalam meminimalisasi dampak perubahan iklim di Irak.

"Irak sedang berkoordinasi dengan beberapa negara kawasan untuk menghadapi perubahan iklim dan kita harus bekerja sama melalui kesepakatan dan komitmen guna memastikan pembagian air yang adil," kata Presiden.

Menurut dia, Irak tengah serius mengimplementasikan sebuah kebijakan dalam pengelolaan air dan masih terus mengembangkan sejumlah kebijakan lain yang efektif.

Baca Juga: