Pelaku UMKM perlu diberi pelatihan dan pendampingan untuk menentukan strategi harga jual, mengingat produk yang dijual dengan harga terlampau murah, tak selamanya disukai konsumen dan dapat dicurigai sebagai barang palsu.

JAKARTA - Strategi penetapan harga sangat dibutuhkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mempertahankan bisnisnya di platform niaga elektronik atau e-commerce. Untuk itu, perlu dilakukan pelatihan dan pendampingan bagi pelaku UMKM, terutama dalam penetapan harga jual.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menyatakan tidak semua konsumen tertarik dengan harga sangat murah. Menurutnya, konsumen tidak akan membeli produk yang harga jualnya lebih rendah dari ongkos kirimnya.

"Riset big data Indef menggambarkan harga produk di atas 100 ribu rupiah, terjual lebih tinggi dibanding yang di bawah 100 ribu rupiah. Misalnya casing Hp (handphone) 15 ribu rupiah ada yang beli, tapi untuk grosir, pembeli-pembeli tertentu butuh yang bukan di harga itu," ujar Eko dalam diskusi daring Transformasi UMKM Menggenggam Peluang Digital di Jakarta, Kamis (25/1).

Eko mengatakan pelaku UMKM perlu diberi pelatihan dan pendampingan untuk menentukan strategi harga jual. Produk yang dijual dengan harga terlampau murah, tidak selamanya disukai konsumen dan dapat dicurigai sebagai barang palsu.

Lebih lanjut, pelaku UMKM harus mengetahui dan mencari informasi harga yang sesuai dengan selera pasar di niaga elektronik. "Itu akan membantu UMKM bisa fit dengan selera pasar di marketplace. Treatment juga harus dibedakan antara usaha mikro, kecil, dan menengah," kata Eko.

Sementara itu, berdasarkan hasil studi Indef pada Desember 2023 berjudul Peran Platform Digital terhadap Pengembangan UMKM di Indonesia, platform digital membantu UMKM meningkatkan pendapatan dan mendorong pembukaan lapangan pekerjaan baru. Hasil survei terhadap 254 pelaku UMKM yang tersebar di Pulau Jawa serta beberapa wilayah di luar Pulau Jawa, menunjukkan UMKM mengalami peningkatan omzet tahunan dan berhasil menciptakan lapangan kerja baru, setelah mulai melakukan digitalisasi dalam bisnisnya.

Sejumlah 88,37 persen pelaku UMKM yang sebelumnya hanya berjualan offline mengalami peningkatan omzet rata-rata tahunan setelah melakukan digitalisasi bisnis. Sebanyak 66,28 persen di antara UMKM tersebut mengalami kenaikan omzet rata-rata tahunan hingga 50 persen.

Pelaku UMKM yang menerapkan digitalisasi bisnis sejak awal membuka usaha juga mengalami peningkatan omzet rata-rata tahunan. Sekitar 99,40 persen responden UMKM dalam kategori ini mengalami peningkatan omzet rata-rata tahunan dibanding awal mula memulai usaha. Kemudian, 87,50 persen di antara UMKM itu mengalami kenaikan omzet rata-rata tahunan hingga 50 persen.

Perkuat Produksi

Pada kesempatan sama, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKop UKM) menyebutkan digitalisasi tidak hanya sekadar berjualan secara daring atau online, tetapi bagaimana menjadi ekosistem yang memperkuat produksi dalam negeri.

KemenKop UKM pun melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan akselerasi digital. "Pemerintah juga menjalin kemitraan dengan berbagai platform niaga elektronik untuk memberikan wadah serta pelatihan dan pembinaan terhadap pelaku UMKM," ujar Staf Ahli Hubungan Antar-Lembaga KemenKop UKM, Riza Damanik.

Baca Juga: