Para ilmuwan telah berjuang selama beberapa dekade untuk menciptakan vaksin yang efektif melawan HIV. Dengan strategi desain vaksin baru, hasil uji klinis menunjukkan harapan baru bagi vaksin yang dapat menyembuhkan.

Sudah sekian lama para ilmuwan berjuang untuk mendapatkan vaksin untuk mengatasi human immunodeficiency virus (HIV). Namun upaya untuk menghentikan penyakit yang disebabkan oleh golongan retrovirus ini selalu gagal karena virus terus bermutasi sehingga vaksin yang dirancang selalu gagal.

Strategi desain vaksin baru telah dilakukan oleh para peneliti di Fred Hutchinson Cancer Center (Fred Hutch) and the National Institutes of Health, National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) Vaccine Research Center (VRC). Hasil penelitian mereka menunjukkan harapan baru untuk mengatasi penyakit HIV.

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan di jurnal Science edisi 2 Desember 2022, para ilmuwan mengungkapkan wawasan baru yang kritis ke dalam strategi vaksin baru. Penelitian melibatkan pendekatan bertahap untuk memproduksi antibodi yang mampu menargetkan berbagai varian HIV.

"Data yang kami publikasikan di Science menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa seseorang dapat merancang vaksin yang memunculkan antibodi yang dibuat sesuai pesanan pada manusia," kata rekan penulis senior William Schief, PhD, seorang profesor dan ahli imunologi di Scripps Research dan Direktur Eksekutif Desain Vaksin di IAVI Neutralizing Antibody Center, laboratoriumnya tempat pengembangkan vaksin antigen tersebut.

"Kami telah menentukan terlebih dahulu sifat molekuler tertentu dari antibodi yang ingin kami peroleh, dan hasil dari uji coba ini menunjukkan bahwa antigen vaksin kami secara konsisten menginduksi jenis antibodi tersebut dengan tepat," imbuh dia.

Menurut Schief, ia percaya strategi desain vaksin ini akan sangat penting untuk membuat vaksin HIV dan dapat membantu lapangan membuat vaksin untuk patogen sulit lainnya. Uji coba Fase 1, yang dikenal sebagai IAVI G001, menguji tahap pertama dalam rejimen vaksin HIV multi-tahap yang sedang dikembangkan para peneliti.

Hasil uji coba menunjukkan bahwa vaksin tersebut memiliki profil keamanan yang menguntungkan dan memicu respons yang ditargetkan pada 97 persen orang yang divaksinasi. Yang penting, studi yang diterbitkan di jurnal Science juga memberi analisis imunologi yang terperinci dari tanggapan vaksin.

"HIV mewakili bidang kebutuhan yang sangat tidak terpenuhi di seluruh dunia, yang membuat temuan dari uji klinis Fase 1 kami sangat membesarkan hati," kata Presiden dan CEO IAVI, Mark Feinberg, MD, PhD. "Melalui kerja sama erat dari banyak ilmuwan, disiplin, dan lembaga yang berbeda, kami semakin dekat untuk merancang vaksin yang efektif yang dapat membantu mengakhiri pandemi HIV," imbuh dia.

Utamakan Sistem Kekebalan

Antibodi penawar luas (broadly neutralizing antibodies/bnAbs) adalah jenis antibodi langka yang dapat melawan dan melindungi dari berbagai varian virus termasuk HIV. Inilah sebabnya mengapa para ilmuwan mencoba mengembangkan vaksin HIV yang menginduksi bnAbs, tetapi sejauh ini tidak berhasil.

Para peneliti dalam penelitian ini menggunakan strategi yang dikenal sebagai 'penargetan germline' (germline targeting) untuk akhirnya menghasilkan bnAb yang dapat melindungi dari HIV. Langkah pertama penargetan germline melibatkan stimulasi sel kekebalan langka yang dikenal sebagai bnAb-prekursor sel B. Sel ini pada akhirnya dapat berkembang menjadi sel yang menghasilkan bnAb yang diperlukan untuk memblokir virus.

Untuk menyelesaikan langkah pertama ini, para peneliti merancang molekul khusus yang dikenal sebagai imunogen yang akan mengutamakan sistem kekebalan dan memperoleh tanggapan dari sel-sel prekursor bnAb yang langka ini. Tujuan menyeluruh dari uji coba IAVI G001 adalah untuk menentukan apakah vaksin tersebut memiliki profil keamanan yang dapat diterima dan dapat menginduksi respons dari sel B prekursor bnAb ini.

"Melalui pemantauan keamanan dan tolerabilitas yang ekstensif selama uji coba, kami menunjukkan bahwa vaksin tersebut memiliki profil keamanan yang menguntungkan, sambil tetap menginduksi sel target yang diperlukan," kata penulis studi Dagna Laufer, MD, Wakil Presiden dan Kepala Pengembangan klinis di IAVI. "Ini merupakan langkah maju yang besar dalam mengembangkan vaksin HIV yang aman dan efektif," ujar dia.

Untuk menentukan apakah sel B prekursor bnAb yang ditargetkan diinduksi, para peneliti melakukan proses analitik yang canggih. "Alur kerja analisis imunologi multidimensi telah membawa evaluasi uji klinis ke tingkat berikutnya," kata rekan penulis senior Adrian B McDermott, PhD, mantan kepala Program Imunologi Vaksin di NIAID VRC.

Dalam mengevaluasi faktor-faktor imunologi yang penting ini, peneliti membantu menunjukkan mengapa antigen vaksin mampu menginduksi respons yang ditargetkan pada 97 persen penerima vaksin. Sebanyak 48 sukarelawan dewasa yang sehat terlibat dalam penelitian ini.

Peserta menerima plasebo atau dua dosis antigen vaksin, eOD-GT8 60mer, bersama dengan adjuvant yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi GSK.

Studi ini juga dengan hati-hati memeriksa sifat-sifat antibodi dan sel B yang diinduksi oleh antigen vaksin, yang disamakan Schief untuk memahami bagaimana sistem kekebalan bekerja sebagai respons terhadap vaksin.

Satu analisis menunjukkan bahwa antigen vaksin pertama-tama menstimulasi rata-rata 30 hingga 65 prekursor bnAb yang berbeda per orang yang divaksinasi, dan kemudian menyebabkan sel-sel tersebut berkembang biak. Hal ini untuk membantu menjelaskan mengapa vaksin menginduksi respons yang diinginkan di hampir semua peserta.

Analisis lain menyelidiki mutasi spesifik yang diperoleh sel B prekursor bnAb dari waktu ke waktu dan seberapa erat ikatannya dengan antigen vaksin. Investigasi ini menunjukkan bahwa setelah setiap dosis vaksin, sel B prekursor bnAb memperoleh afinitas dan melanjutkan jalur pematangan yang menguntungkan.

Salah satu perhatian untuk jenis pendekatan vaksin ini adalah gagasan "pesaing" dengan kata lain, sel B yang diinduksi oleh antigen vaksin yang bukan prekursor bnAb. Para peneliti secara ekstensif mempelajari tanggapan "pesaing," dan hasilnya sangat membesarkan hati.

Meskipun sebagian besar sel B yang dipicu oleh vaksinasi sebenarnya adalah "pesaing," sel B yang tidak diinginkan ini tidak dapat menandingi kekuatan pengikatan prekursor bnAb yang diinginkan. Hal ini tampaknya tidak menghalangi pematangan respons prekursor bnAb.

"Temuan ini sangat menggembirakan, karena menunjukkan bahwa prinsip desain imunogen yang kami gunakan dapat diterapkan pada banyak epitop berbeda, baik untuk HIV atau bahkan patogen lain," tambah Schief.

Dengan data yang menjanjikan ini yang mencakup respons keamanan dan kekebalan, para peneliti akan terus mengulangi dan merancang imunogen penguat yang pada akhirnya dapat menginduksi bnAb yang diinginkan dan memberikan perlindungan terhadap virus.

Temuan ini juga muncul tidak lama setelah dua studi tambahan di jurnal Immunity diterbitkan pada September 2022, yang membantu memvalidasi pendekatan penargetan germline untuk vaksinasi terhadap HIV.

"Bekerja sama dengan IAVI, Scripps Research, VRC, GWU, penyelidik tambahan di Fred Hutch dan banyak lainnya, uji coba ini dan analisis tambahan akan membantu menginformasikan rancangan tahapan yang tersisa dari calon rejimen vaksin HIV sementara juga memungkinkan orang lain dalam lapangan untuk mengembangkan strategi vaksin untuk virus tambahan," kata McElrath dari Fred Hutch. hay/I-1

Hanya Empat Orang yang Berhasil Sembuh

Penyakit human immunodeficiency virus (HIV) yang disebabkan oleh infeksi virus golongan retrovirus, tergolong masih susah disembuhkan. Sampai saat ini hanya ada empat orang di dunia yang berhasil sembuh dari penyakit yang menyerang kekebalan manusia ini.

Pada Juli lalu, seorang pria berumur 66 tahun yang dijuluki City of Hope dengan diyakini telah sembuh dari HIV setelah hidup dengan virus itu sejak era '80-an. Kesembuhannya menjadikan ia menjadi orang ke keempat yang lolos dari penyakit mematikan itu.

Kesembuhannya tidak datang begitu saja atau tanpa tindakan apapun. Sebelum dinyatakan sembuh ia mendapat transplantasi sumsum tulang untuk mengobati leukemia kanker darah, dari donor yang secara alami resisten terhadap virus.

Atas kesembuhan itu, ia kini telah berhenti minum obat HIV dan ia sangat bersyukur virus itu tidak lagi ditemukan di tubuhnya. Pasalnya banyak temannya meninggal karena HIV di era sebelum obat antiretroviral dapat memberikan harapan hidup yang mendekati normal. "Saya tidak pernah berpikir saya akan hidup," kata dia seperti dikutip BBC.

HIV kata City of Hope merusak sistem kekebalan tubuh. Virus ini dapat menyebabkan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), yang membuat tubuh harus berjuang melawan obat HIV. "Ketika saya didiagnosis dengan HIV pada 1988, seperti banyak orang lain, saya pikir itu adalah hukuman mati," ucap dia.

Sebelum sembuh, ia mendapatkan terapi sumsum tulang untuk mengobati leukemia kanker darah, dari donor yang secara alami resisten terhadap virus. Terapi ini tentu bukan spesifik untuk HIV-nya, tetapi karena dia mengidap leukemia kanker darah pada usia 63 tahun.

Tim medis pria itu memutuskan bahwa dia membutuhkan transplantasi sumsum tulang, untuk menggantikan sel darah kankernya. Secara kebetulan, pendonornya kebal terhadap HIV. Virus masuk ke sel darah putih tubuh manusia menggunakan "pintu" mikroskopis, protein yang disebut CCR5.

Retrovirus yang menyebabkan penyakit HIV/AIDS dikenal sangat bandel. Virus ini bekerja dengan memasukkan DNA-nya ke dalam genom sel inangnya, dan memiliki masa inkubasi yang panjang, dan tersembunyi selama bertahun-tahun. "Dokter dapat mencampur berbagai obat antiretroviral untuk mengendalikannya, namun virus dapat aktif kembali jika pengobatan dihentikan," ujar profesor biologi molekuler, sel dan kanker di University of Massachusetts (UMass) Medical School, Scot Wolfe, PhD.

Dokter spesialis HIV dan Direktur Medis Manajemen Penyakit di LifeSense James Myhre mengatakan, sejarah pengembangan vaksin HIV telah ditandai dengan banyak kemunduran dan kekecewaan. Setiap terobosan diambil selalu muncul hambatan tidak terduga membuat mereka mundur satu bahkan dua langkah.

Salah satu hambatan terbesar untuk mengembangkan vaksin HIV adalah kecepatan virus dalam membangun reservoir laten untuk menghindari deteksi kekebalan. Dalam waktu empat jam virus dapat berpindah dari lokasi infeksi ke kelenjar getah bening hingga empat hari pada jenis penularan seksual atau non seksual.

"Sampai saat ini, kami tidak sepenuhnya yakin seberapa luas atau besar reservoir ini atau potensinya untuk menyebabkan pemulihan virus (yaitu, kembalinya virus) pada mereka yang diyakini bersih dari infeksi," kata Myhre, dalam tulisannya di laman Very Well Health.

Meski demikian, bukan berarti tidak ada harapan sama sekali untuk menyembuhkan HIV/AIDS. Pada 2008, Timothy Brown asal Berlin, Jerman, dinyatakan sembuh dari HIV/AIDS. Pria yang dijuluki "Pasien Berlin" tersebut adalah satu-satunya dalam sejarah kita melawan HIV/AIDS.

Pasien kedua yang sembuh dari HIV/AIDS adalah Adam Castillejo berumur 40 dari London. Pada Maret 2020 dinyatakan sembuh dari AIDS. Ia bebas dari virus HIV selama 30 bulan setelah menghentikan terapi antiretroviral.

Pasien ketiga yang sembuh berasal dari New York dengan julukan Pasien New York. Ia merupakan seorang perempuan dari ras campuran yang dirawat di Presbyterian Weill Cornell Medical Center, New York. hay/I-1

Baca Juga: