Timika - Persediaan obat malaria, primaquine di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga September 2020 sehingga perlu tambahan pasokan guna mengobati pasien penyakit itu.
"Stok obat DHP (dehidro artemisinin pipraquine) di kita sebetulnya masih cukup banyak. Yang terbatas itu obat primaquine. Yang jelas stok obat primaquine yang ada hanya bisa bertahan sampai September," kata Kepala Dinas Kesehatan Mimika Reynold Ubra di Timika, Sabtu.
Reynold mengatakan meskipun ada wacana untuk meminjam obat malaria dari kabupaten tetangga, namun hal itu harus sepengetahuan Dinas Kesehatan Provinsi Papua melalui Instalasi Farmasi Daerah Papua.
"Untuk distribusi obat dan penggunaan obat semuanya di bawah pengawasan Instalasi Farmasi Provinsi," jelasnya.
Menyangkut kekosongan stok obat malaria, menurut Reynold, hal itu tidak saja terjadi di wilayah Mimika dan Papua tetapi di seluruh Indonesia lantaran bahan baku obat yang diimpor dari luar negeri untuk sementara waktu belum tersedia.
"Bahan baku obat itu baru tersedia di pabrik pada awal 2021," ujarnya.
Sehubungan dengan keterbatasan persediaan obat malaria di Mimika, Dinkes setempat meminta warga untuk meningkatkan kewaspadaan diri agar tidak terinfeksi penyakit malaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina tersebut.
Untuk menghindari penyakit malaria, kata Reynold, warga harus mencegah diri dari gigitan nyamuk.
"Ketika keluar dari rumah pada malam hari menggunakan baju lengan panjang atau tetap tinggal di rumah di antara waktu mulai pukul 18.00 hingga pukul 6 pagi, juga harus menjaga lingkungan rumah tetap bersih sehingga tidak menjadi tempat perindukan nyamuk. Tempat-tempat yang potensial menjadi perindukan nyamuk seperti tempat penampungan air, bak mandi, air galon dan lainnya," kata Reynold.
Dalam dua pekan terakhir, katanya, terjadi dua kasus kematian di Mimika karena kombinasi serangan malaria dan penyakit penyerta yaitu gagal ginjal.
Dinkes Mimika baru mengetahui kejadian itu setelah pasien dibawa ke rumah sakit dalam kondisi sudah parah dan pada akhirnya meninggal dunia.
"Satu kasus kematian bahkan tidak sempat dibawa ke rumah sakit. Beberapa hari sebelum pasien meninggal dunia sempat diperiksa darahnya dan ternyata positif terserang penyakit malaria," kata Reynold.
Sementara itu PT Phapros Tbk selaku satu-satunya produsen obat primaquine di Indonesia yang berkantor pusat di Semarang menyebut pasokan bahan baku obat malaria dari China dan India ke Indonesia terhambat akibat adanya pandemi COVID-19.
"Terkait pemberitaan tentang primaquine yang disebutkan mengalami kekosongan stok di Mimika, kami ingin menyampaikan beberapa hal. Pertama, menekankan bahwa pandemi COVID-19 saat ini telah melanda di seluruh belahan bumi. Dan harus diakui pandemi ini telah memporak-porandakan tatanan kehidupan manusia yang ada selama ini. Semua industri pasti terkena dampak termasuk sektor farmasi/obat-obatan," sebut Zahmilia Akbar selaku Coorporate Secretary PT Phapros Tbk.
Menurut dia, pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk industri farmasi di Indonesia saat ini hampir 95 persen masih impor. Hal ini tentunya berdampak kepada proses produksi obat-obatan di semua perusahaan di Indonesia.
Negara-negara pemasok bahan baku obat diantaranya China, India, Jerman dan lainnya selama pandemi COVID-19 mengurangi bahkan menghentikan pasokan ekspor bahan baku obat ke luar negeri karena mengutamakan kebutuhan dalam negerinya sendiri.
Atas kondisi itu, perusahaan farmasi Indonesia harus mampu mengatasi masalah ini dengan baik tanpa mengganggu pasok obat obatan untuk masyarakat.
PT Phapros Tbk sebagai bagian dari industri farmasi di Tanah Air telah melakukan sejumlah langkah sebagai upaya adaptasi dengan kondisi pandemisaat ini.Ant/P-4
Stok Obat Nalaria 'Primaquine' di Mimika Hanya Cukup sampai September
08 Agustus 2020, 18:00 WIB
Waktu Baca 3 menit