JAKARTA - Penurunan harga atau deflasi pada Juli lalu yang tercatat 0,10 persen sebagai pertanda jatuhnya daya beli masyarakat yang mengakibatkan mereka menunda atau menahan konsumsi. Stimulus dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) yang dikucurkan pemerintah bagi masyarakat bawah pun belum mampu menahan jatuhnya daya beli.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, di Jakarta, Rabu (5/8), mengatakan turunnya permintaan disebabkan oleh dua hal. Pertama, menurunnya daya beli sebagian masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Kedua, turunnya minat konsumsi masyarakat kelompok menengah atas yang punya uang, tetapi aktivitasnya dibatasi di tengah wabah Covid-19.

"BLT hanya membantu masyarakat yang kehilangan income, tapi tidak menggantikan semua income yang hilang. Walaupun sudah ada BLT tetap ada daya beli yang hilang. Walaupun sudah ada BLT, daya beli tetap turun konsumsi juga akan tetap terkontraksi," kata Piter.

Berapa pun besarnya BLT jelas Piter tidak akan bisa mengembalikan konsumsi ke level normal selama wabah masih terjadi. Penurunan konsumsi utamanya disebabkan oleh adanya wabah.

Selama masih dalam bentuk bantuan, dia yakin tidak ada stimulus yang bisa menahan menurunnya daya beli di tengah wabah.

"Daya beli akan kembali ke level sebelum wabah apabila perekonomian bisa bergerak normal kembali. Mereka yang menganggur bisa bekerja kembali. Kuncinya ada di penanggulangan wabah," kata Piter.

Seperti diketahui, deflasi pada Juli 2020 sebesar 0,10 persen selain dipicu rendahnya harga komoditas pangan juga karena melemahnya konsumsi masyarakat.

Ekonom Centre of Reform on Economic (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan deflasi Juli tidak seperti biasanya terjadi tiga bulan setelah Idul Fitri.

"Deflasi yang dalam ini terendah sejak 2018, dan indikator deflasi Juli ini memperkuat potensi Indonesia untuk terkena resesi," jelasnya.

Meskipun dana untuk perlindungan sosial sudah tersalur hingga 37 persen, namun ternyata anggaran tersebut belum mampu mendongkrak daya beli masyarakat.

Kurang Tepat

Sebelumnya, Ekonom Senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan kebijakan penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat bawah dengan memberikan barang khususnya kebutuhan pokok justru berpotensi mematikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Dalam praktiknya, pembelian barang tersebut dibelanjakan langsung oleh pemerintah ke perusahaan-perusahaan besar lalu dibagi-bagikan, sehingga pemilik warung kelontong kehilangan pendapatan.

Idealnya, jelas Faisal, bantuan langsung diberikan ke masyarakat yang terdampak pendapatannya. Diharapkan mereka membelanjakan sesuai kebutuhannya. "Hal itu yang dimaksud dengan menjaga daya beli agar tidak menurun," kata Faisal. n yni/uyo/E-9

Baca Juga: