JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, menyatakan Pancasila mampu memberikan jawaban atas semua permasalahan yang terjadi di Indonesia.

"Pancasila harus menjadi ideologi hidup dan ideologi yang bekerja, sehingga semua lapisan masyarakat, bahkan generasi milenial dan generasi Z, bisa mewujudkan Pancasila. Pancasila menjadi jawaban dari permasalahan Indonesia," kata Benny.

Menurut siaran persnya yang diterima Koran Jakarta, hal itu Benny ungkapkan dalam acara peluncuran dan bedah buku berjudul Iman Dalam Tantangan karya Franz Magnis-Suseno, di Kompas Institute, Jakarta, Jumat (27/10).

Benny menyerukanPancasila tidak lagi sebagai sesuatu yang normatif, hafalan, dogmatif. Jika terus seperti ini, Pancasila jadinya tidak memiliki arti lagi.

Hadir dalam acara ini, Franz Magnis-Suseno sebagai penulis, dengan pembicara-pembicara yaitu Fitzgerald Kennedy Sitorus (ahli filsafat dan pengajar), Maria Margaretha Hartiningwih (Wartawan Senior Harian Kompas), Feby Indirani (penulis dan sastrawan), serta Bhikkhu Dhammasubho Mah?thera.

Benny, sapaan akrabnya, menyatakan bahwa buku Iman Dalam Tantangan ini mempertanyakan sesuatu yang penting."Romo Magnis membuka hati kita semua, para pembaca, kepada orang-orang, untuk memiliki kesadaran: 'saya ada di mana?'. Buku ini secara reflektif betul mempertanyakan eksitensi kita di dunia ini," tuturnya.

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP ini pun menyampaikan buku ini memberikan juga tantangan bagi pembaca."Kita ditantang, bukan hanya sekadar mencari eksistensi diri dan menyatakan bahwa 'Kita ada di sini', tetapi kita harus juga bisa menyatakan, 'kita berbuat apa'."

Menurutnya, hal ini juga menjawab pertanyaan relevansi Pancasila di kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

"Ada beberapa tantangan di dunia ini yang disampaikan dalam buku, contohnya demokrasi, kapitalisme, Artificial Intellegence (AI), fundamentalisme. Saya pikir, Pancasila adalah jawaban menghadapi tantangan-tantangan ini," jawabnya.

Pakar komunikasi politik ini meneruskan selanjutnya pertanyaan adalah bagaimana Pancasila benar bisa menjawab tantangan-tantangan ini.

"Pancasila tidak bisa lagi hanya ada di atas sana, menjadi sebuah hafalan, hanya mengatur norma-norma tertulis dan yuridis. Kita tidak bisa lagi memperlakukan Pancasila sebagai hafalan seperti dahulu, ada P4 dengan semua butir-butirnya. Pancasila tidak bisa lagi menjadi dogmatis,"kata Benny.

"Pancasila harus menjadi acuan moralitas publik Indonesia, bukan lagi acuan moralitas pribadi dan personal. Bagaimana, kemudian, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial, benar dilakukan oleh bangsa Indonesia, dan hal tersebut sekaligus menjawab tantangan-tantangan yang disampaikan di buku ini," jelasnya.

Dia pun menyerukan bahwa buku ini seharusnya juga dibaca oleh para elit politik.

"Selain teman-teman di sini, para elit politik harusnya membaca buku ini, supaya mereka memiliki hati yang terbuka agar Pancasila benar bisa dan mampu membangun peradaban. Elit politik dapat kemudian mendorong Pancasila bukan hanya sekadar hafalan, tetapi menjadi nafas dan tata cara kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia."

Baca Juga: