Dia berharap sosialisasi mampu menurunkan angka bullying, khususnya di Jakarta Selatan, sehingga tidak ada lagi siswa yang menjadi korban.
JAKARTA - Untuk mencegah kasus perundungan (bullying) yang melibatkan siswa, pemerinta terus menggencarkan sosialisasi ke sekolah-sekolah. "Nanti kita sosialisasi lebih masif dengan melibatkan Suku Dinas Pendidikan," jelas Wali Kota Jakarta Selatan, Munjirin, Kamis.
Munjirin menyayangkan dan bersimpati dengan adanya dugaan bullying di Binus School. Dia mengharapkan kasus tersebut bisa diusut tuntas oleh kepolisian. Munjirin menegaskan bersama Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan akan menggencarkan sosialisasi antiperundungan melalui kunjungan ke sekolah-sekolah secara rutin.
Dia berharap sosialisasi mampu menurunkan angka bullying, khususnya di Jakarta Selatan, sehingga tidak ada lagi siswa yang menjadi korban. "Mudah-mudahan kita bisa terus tekan," ujarnya.
Dengan cara sosialisasi ini diharapkan bisa mencegah kasus perundungan baik di sekolah maupun di luar sekolah yang akhir-akhir ini marak terjadi.
Berdasarkan data Perlindungan Khusus Anak (PKA) dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tercatat 563 aduan dari seluruh Indonesia pada tahun lalu.
Pengaduan PKA, salah satunya anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis sebanyak 141 kasus atau 7,8 persen. Ada sebanyak 158 korban di Jakarta Selatan yang mengadu ke KPAI.
Sebelumnya, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal? menyatakan, pipi korban perundungan (bullying) Binus School berinisial RE (18) kondisinya memar berdasarkan hasil visum. Dia menegaskan telah menangani kasus tersebut sejak Januari 2024. Dia terus melaksanakan musyawarah dengan anak-anak yang terlibat.
Kejadian di sekolah tersebut Selasa (30/1) dan dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan dengan empat terlapor berinisial K, L, C, dan K sehari setelahnya, Rabu (31/1). Binus School mengeklaim telah memberikan sanksi kepada para siswa yang terlibat.
Sementara itu, Kuasa hukum siswa SMA Binus School Simprug berinisial RE (16), Agustinus Nahak, yang mengalami perundungan, menyebut bahwa pelaku perundungan terhadap korban adalah anak pejabat. Ada juga ketua umum partai politik.
"Pelaku mengaku anak pejabat, anak pengusaha hebat, dan anak ketua partai. Mereka minta supaya RE melayani atau harus mengikuti mereka. Kalau tidak, mereka akan merundung baik kekerasan maupun secara verbal," jelas Agustinus.
Dia menjelaskan, korban yang merupakan siswa pindahan mengalami perundungan sejak pertama kali bersekolah di SMA swasta tersebut. Puncak perundungan terjadi 30 dan 31 Januari 2024.
Menurut RE, ada dugaan sekolah terdapat geng-geng kecil. Mereka suka mengintimidasi, melakukan bullying secara verbal, dan bahkan kekerasan fisik. Diduga keras juga ada pelecehan seksual terhadap korban RE di sekolah.