Sorgum, satu jenis tanaman yang sering terabaikan, namun memiliki potensi luar biasa sebagai sumber bioetanol.
Jakarta - Semarak gaung inovasi teknologi dan tuntutan untuk beralih ke energi terbarukanmemunculkan dialektika optimistis dalam alternatif pemenuhan energi yang terbarukan. Oki Muraza, selaku Senior Vice President Technology Innovation PT Pertamina (Persero), mengemukakan optimistis dalam menatap masa depan energi Indonesia.
Ia menjelaskan visi besar perusahaan dalam memanfaatkan sorgum tengah dititi, satu jenis tanaman yang sering terabaikan, namun memiliki potensi luar biasa sebagai sumber bioetanol.
Sorgum, yang dikenal sebagai salah satu tanaman serba guna, menawarkan harapan baru bagi upaya pemenuhan energi terbarukan di Indonesia. Tanaman ini tidak hanya mampu tumbuh di berbagai medan dan iklim, tetapi juga bukanlah sumber pangan utama. "Sorgum adalah solusi yang tepat untuk kebutuhan energi kita yang terus meningkat," ujarnya, saat menggambarkan potensi tanaman ini, dalam diskusi Podcast ANTARA.
Mendengarkan penjelasan Oki, masyarakat dibawa untuk memahami keajaiban sorgum. Bayangkanlah sebuah ladang yang dipenuhi oleh tanaman tinggi dengan daun lebar, bergetar bila diembus angin. Sorgum, dengan ketahanan yang luar biasa, dapat tumbuh subur di lahan kering yang kurang subur atau di daerah dengan curah hujan tinggi. Sorgum bisa tumbuh di mana saja, dari pegunungan hingga dataran rendah. Ini adalah tanaman yang sangat adaptif.
Uniknya, sorgum bukanlah tanaman yang biasa dikonsumsi manusia secara langsung, sehingga pemanfaatannya sebagai bahan baku bioetanol tidak akan mengganggu pasokan pangan. Di saat pangan menjadi isu global, sorgum menawarkan solusi yang seimbang: menjadi sumber energi tanpa menambah beban bagi ketahanan pangan. Karena itu, sorgummenjadi nilai tambah bagi Pertamina, karena perusahaan milik negara itu bisa memastikan bahwa pengembangan bioetanol tidak akan bersinggungan dengan kebutuhan makanan masyarakat.
Indonesia, negara yang kaya akan sumber daya alam, harus menghadapi tantangan besar dalam sektor transportasi yang menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca. Berangkat dari kenyataan itulah, kita menemukan pentingnya beralih ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Saat ini, sektor transportasi menyumbang sekitar 23 persen dari total emisi gas rumah kaca. Karena itu kita harus bertindak cepat.
Dengan keberhasilan program B35, yakni 35 persen bahan bakar berbasis nabati dicampurkan dengan bahan bakar fosil, Pertamina mengambil langkah strategis untuk mengurangi emisi. Meskipun demikian, upaya itu tidak bisa berhenti di sini. Perusahaan di bawah BUMN itu perlu meningkatkan proporsi bahan bakar nabati dalam campuran dengan bahan bakar dari fosil itu.Bioetanol dari sorgum adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan itu.
Di tengah kemajuan teknologi, timdi Pertamina terus melakukan penelitian mendalam untuk mengembangkan bioetanol dari sorgum. Proses ini melibatkan berbagai tahap, mulai dari pemilihan varietas sorgum yang tepat, hingga pengolahan untuk menghasilkan bioetanol yang berkualitas. Perusahaan itu ingin memastikan bahwa sorgum yang dikembangkan memiliki produktivitas tinggi dan bisa memberikan hasil yang optimal.
Dari penelitian itu, sorgum tidak hanya memiliki potensi sebagai bahan baku bioetanol, tetapi juga dapat berkontribusi pada ketahanan energi nasional. Dengan memanfaatkan sorgum, kita bisa membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian, pengolahan, dan distribusi. Ini adalah peluang ekonomi yang besar.
Dalam upaya mengembangkan sorgum sebagai bahan baku bioetanol, tim di perusahaan itu menyadari pentingnya membangun kesadaran di kalangan masyarakat. Upaya tersebut tidak hanya membutuhkan dukungan dari pemerintah, tetapi juga masyarakat luas. Edukasi tentang manfaat sorgum dan bioetanol sangat penting.
Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan sorgum sebagai tanaman energi adalah salah satu kunci keberhasilan program ini. Karenanya perushaanpelat merah ituberusaha menggandeng petani untuk terlibat langsung dalam penanaman sorgum, dengan diberikan pelatihan dan akses informasi kepada petani, sehingga mereka bisa memahami manfaat sorgum dan bagaimana cara menanamnya dengan benar.
Nantinya, keberhasilan pengembangan bioetanol dari sorgum akan menjadi model yang bisa ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang juga menghadapi tantangan serupa. Dengan demikian, Indonesia bisa menunjukkan bahwa negara ini dapat menjadi pemimpin dalam pengembangan energi terbarukan.
Dengan setiap langkah yang diambil, diharapkan hal itu dapat membawa perubahan positif bagi lingkungan dan masyarakat. Nantinya, ladang-ladang sorgum yang tumbuh subur dapat memberikan manfaat bagi petani dan sekaligus memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Pemanfaatan sorgum ini bukan hanya tentang energi, tetapi juga tentang masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Perjalanan menuju penggunaan sorgum sebagai bioetanolbukanlah tanpa tantangan. Disadari bahwa masih ada beberapa hambatan yang harus dihadapi, seperti kesadaran masyarakat yang masih rendah, serta kebutuhan akan investasi untuk penelitian dan pengembangan. Meskipun demikian, tantangan itu justru menjadi pemacu bagi tim untuk bekerja lebih keras.
Melalui dukungan kebijakan yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, pengembangan bioetanol dari sorgum akan semakin berkembang. Dengan upaya kuat dan kerja sama semua pihak, semua ikhtiar tersebut bisa diwujudkan dengan mudah.
Kisah sorgum adalah kisah tentang potensi, tentang perubahan, dan tentang masa depan yang lebih baik. Di setiap helai daunnya, terukir harapan akan dunia yang lebih bersih dan lebih berkelanjutan. Seperti tanaman yang tumbuh dengan tangguh di setiap medan dan cuaca, semangat untuk mengembangkan bioetanol dari sorgum akan terus tumbuh, menjadi bagian dari perjalanan Indonesia menuju energi terbarukan yang sesungguhnya.
Selaras dengan itu, Direktur Manajemen Risiko Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) Iin Febrian menjelaskan kapasitas produksi etanol nasional, saat ini mencapai sekitar 180 ribu kiloliter per tahun, sedangkan kebutuhan etanol 5 persen (E5) saat ini mencapai 1,9 juta kiloliter per tahun dan akan berlipat ganda apabila diterapkan E10. Dalam jangka pendek sampai dengan panjang, Pertamina NRE masih akan menargetkan pembangunan pabrik bioetanol baru dengan harapan akan memperkecil jurangantara suplai dan kebutuhan nasional.
Bukan sekadar cerita, pengisian perdana dantest drivebioethanol Pertamina-Toyota dilakukan di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024. Uji coba itu menggunakan bioethanol 100 persen (E100) bersumber dari batang tanaman sorgum. Bahan bakar alternatif E100 digunakan pada kendaraan Flexy Fuel Vehicle Toyota. Keunggulan bioethanol pada mobil FFVitu, di antaranya peningkatan performa, pembakaran lebih sempurna, dan emisi rendah.