Di Indonesia metode memanen kabut (fog harvesting) sudah dilakukan warga Dusun Ngoho, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Saat musim kemarau, antara Juli dan Oktober, desa yang berada datarang tinggi ini sering mengalami kekeringam.

Dengan elevasi lebih kurang 1.250 mdpl, Dusun Ngoho sebenarnya pernah dibuatkan sumur artesis sedalam 200 meter oleh Badan Geologi Jawa Tengah. Namun, sesuai prinsip air yang mengalir ke bawah menjadikan usaha ini kurang membawa hasil.

Melihat seringnya kekeringan menimpa Dusun Ngoho tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, pemenang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Dirjen Dikti 2014, memasang teknologi alat pemanen kabut di desa tersebut. Mereka bahkan lalu memperluasnya beberapa waktu kemudian.

Pemasangan-pemasangan jala yang dilakukan pertama kali pada 2013, dengan bentang 1,5 mter X 4 meter berhasil menangkap air dari kabut sebanyak lebih kurang 10 liter dalam pengoperasian selama 24 jam.

Setahun kemudian, lebar jala diperluas, membentang sepanjang 8 meter. Jika dihitung dengan rumus tertentu, paling tidak dalam semalam bisa menghasilkan air lebih dari 14 liter. Air ini bisa menjadi modal untuk pengairan tanaman penduduk.

"Paranet yang kami jadikan alat penangkap kabut bentangannya kami buat lebih panjang dari sebelumnya, menjadi 2x8 meter dengan sistem pemasangan seperti huruf L," ujar Ketua Tim PKM Adopsi Teknologi Pemanen Kabut UGM, Vianita Meiranti Yogamitria, waktu itu seperti dimua dalam laman resmi UGM.

Penelitian lintas disiplin ilmu oleh mahasiswa UGM, kara Vianita, tidak butuh banyak biaya. Peralatan yang diperlukan sangat sederhana dan terjangkau, meliputi paranet, talang PVC, alat fertigasi tetes, dan selang kecil.

Jika ingin lebih menghemat biaya, penampang bisa menggunakan bamboo, bukan besi atau aluminium. Selain bahannya murah, alat tersebut tidak memerlukan energi. Untuk mengalirkan air ke penampungan hanya memanfaatkan gaya grafitasi bumi, dengan perhitungan tertentu yang akurat.

Bagi Kepala Desa Kemitir, Puji Utomo, pemanenan kabut di wilayahnya berguna bagi pertanian warga. Penduduk di desa yang berada di dataran tinggi Ungaran ini memang sebagian besar mengandalkan mata pencaharian bertani sayuran.

"Terpenting, warga tetap bisa bercocok tanam aneka sayuran di musim kemarau. Airnya diperoleh dari proses pengolahan kabut tebal yang mengandung uap air," kata Puji.

Karena terpasang di area kebun sayur, maka air yang didapat dari memanen kabut seteleh ditampung bisa langsung disiramkan. Dengan demikian, risiko gagal panen yang menghantui setiap musim kemarau di Kemitir ada solusinya. hay/G-1*

Baca Juga: