JAKARTA - Generasi muda harus mengembangkan keahlian lunak (soft skills) yang menjadi kunci sukses dalam merambah dunia kerja. Di era globalisasi ini, jangan lagi hanya mengandalkan keahlian keras (hard skills) berupa nilainilai akademik yang didapat dari perguruan tinggi. Demikian dikatakan oleh Ketua Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah III, Ilah Sailah, saat menyampaikan kuliah perdana di depan ribuan mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), di Jakarta, akhir pekan lalu.

Keahlian lunak itu, lanjut Ilah, adalah karakteryang berkaitan dengan interaksi dengan orang lain, seperti bagaimana melakukan komunikasi yang efektif, membangun tim, serta kemampuan lainnya yang terkait dengan kapasitas kepribadian individu seperti rasa empati dan lainnya. Ia meminta perguruan tinggi semakin menyadari kecenderungan yang sudah mulai terjadi di dunia global itu dan mulai mengajarkan juga keahlian yang lebih bersifat membangun kepribadian tersebut.

"Dengan soft skills manusia akan bisa lebih sukses dalam kehidupan bermasyarakat, sukses dalam dunia kerja, dan sukses berkembang di dunia global," tuturnya. Sementara itu, Wakil Rektor Uhamka, Gunawan Suryoputro, mengatakan pihaknya sudah lama menyadari kecenderungan global tersebut dan telah memberlakukan kriteria lain, di samping Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).

"Kami sudah memberlakukan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) atau di dunia disebut diploma supplement untuk setiap mahasiswa yang lulus. Jadi, selain nilai akademik, ada kriteria tambahan yang harus dimiliki. Ini adalah soft skills," ucapnya. Yang pertama, lanjut dia, adalah kriteria komunikasi seperti public speaking dan kemampuan berbahasa Inggris, yang bisa dibuktikan misalnya dengan nilai TOEFL (Test of English as Foreign Language) atau IELTS (International English Language Testing System).

Berikutnya, kemampuan dalam teknologi informasi, kemampuan dalam manajemen, kemampuan entrepreneurship, kemampuan dalam berinteraksi dengan sesama manusia dan kemampuan dalam kepemimpinan (leadership). "Karena itu, kami mendorong mahasiswa untuk berperan dalam organisasi kemahasiswaan di kampus dan juga aktif di masyarakat," kata Gunawan.

Survei dari OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), perusahaan di Eropa tidak terlalu tertarik dengan lulusan universitas dengan IPK yang tinggi, karena nilai akademik peringkatnya hanya ke-26 dari 30 kriteria. "Perusahaan sekarang lebih melihat seseorang dari kriteria komunikasi, kemampuan menggunakan IT dan leadership. IPK tidak lagi di peringkat teratas untuk kriteria rekrutmen," ujarnya. cit/E-3

Baca Juga: