Instansi Kesatuan Bangsa dan Politik, adalah lembaga yang bertugas memonitor kegiatan ormas di daerah.

Jakart a - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Soedarmo, menegaskan Surat Keterangan Terdaftar Organisasi Kemasyarakatan (SKT Ormas), hanya dikeluarkan pemerintah pusat. Termasuk juga SKT bagi ormas yang beroperasi di daerah. Sementara pemerintah daerah bertugas mengawas.

"Sekarang enggak ada ormas yang terdaftar di daerah, semua pusat yang keluarkan SKT. Tapi pengajuan dari daerah," kata Soedarmo di Jakarta, Kamis (23/11). Soedarmo melanjutkan, ormas yang beroperasi di daerah, pengawasannya tangung jawab pemerintah daerah. Instansi Kesatuan Bangsa dan Politik, adalah lembaga yang bertugas memonitor kegiatan ormas di daerah.

Sementara SKT, sekarang sudah satu pintu. Pemerintah daerah tak lagi mengeluarkan surat terdaftar. "Mekanisme mendapat SKT satu pintu. Misal kabupaten A, verifikasi menetapkan kelengkapan kan di daerah. Kalau misal masih kurang suruh lengkapi. Kalau lengkap, minta SKT ke Kemendagri. Tidak semua di kirim ke sini, ada di daerah," kata Soedarmo.

Jadi, menurut Soedarmo, pemerintah daerah yang memberi rekomendasi, bahwa ormas ini telah melengkapi syaratuntuk mendapat SKT. Keputusan terkahir, apakah SKT akan dikeluarkan, sepenuhnya ada di tangan pemerintah pusat. "Mereka memberi rekomendasi ke kita, ormas ini memenuhi syarat untuk dapat SKT. Kalau misal nanti, sudah diberi SKT lalu ada masalah ya daerah yang tanggung jawab karena mereka yang verifikasi," katanya.

Terkait revisi UU Ormas sendiri, kata Soedarmo, pemerintah pusat masih menunggu sikap resmi dari DPR. Sebab, idealnya parlemen yang menjadi inisiator revisi UU Ormas, bukan pemerintah. Tapi, Soedarmo menegaskan, karena belum ada revisi, maka Perppu Ormas yang telah disahkan jadi UU, itu yang jadi pedoman. Termasuk oleh pemerintah daerah.

"Perppu sudah berlaku dan sudah bisa jadi pedoman. Kalau memang ada ormas yang agak menyimpang dipanggil, diberitahu, ya sudah selesai. Makanya kata siapa, pemerintah otoriter. Di Perppu juga ada pentahapan teguran, penelitian kegiatan baru pencabutan. Kalau dua step enggak melakukan ya cabut," tutur Soedarmo. Monitoring kegiatan sebuah ormas itu sendiri, lanjut Soedarmo bersifat hirarkis. Di daerah, Kesbangpol yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan.

Pihaknya tentu setiap saat mendapat laporan dari daerah. Itu yang jadi bahan kajian dan evaluasi. "Pengawasan kan secara hirarki. Daerah tetap melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap ormas di wilayahnya," ujarnya. Terkait jika ada ormas yang terbukti melakukan pelanggaran, kata Soedarmo, daerah tak berhak keluarkan sanksi. Daerah, hanya berwenang melaporkan itu ke pusat. Nanti, pusat, dalam hal ini Kemendagri yang mengeluarkan sanksi.

Sudah Efektif

Sementara itu mengenai sosialisasi tentang Perppu yang kemudian menjadi UU Ormas itu sendiri, menurut Soedarmo sudah lama dilakukan. Mengenai, apakah pemerintah daerah bisa mengeluarkan Perda tentang ormas, ia mempersilahkannya. Hanya saja, pedomannya tetap aturan di atasnya. Perppu Ormas yang harus jadi pedoman, dan aturan lain di atasnya.

"Kita selalu sosialisasi. Daerah boleh membuat Perda pengawasan, boleh. Tapi mengikuti PP sudah ada. Jadi ada tim monitoring terhadap ormas," katanya. Soedarmo sendiri mengklaim, pengawasan yang dilakukan jajaran Kesbangpol di daerah, sudah efektif. Bahkan alur pelaporan pun telah berjalan baik. Begitu juga dengan pengawasan yang dilakukan pihak intelijen. "Efektif. Dengan adanya ini jadi lebih tertata, lebih jelas daerah punya pedoman. Di daerah ada unsur Kominda, itu anggotanya kan dari berbagai institusi di dalamnya ada intelijen," katanya. ags/AR-3

Baca Juga: