Sistem peringatan dini multibencana hanya sebagai peringatan pada BPBD agar bersiap-siap untuk melakukan upaya tertentu.

JAKARTA - Ketepatan data dari Multi-Hazard Early Warning System (MHEWS) atau sistem peringatan dini multibencana hanya sekitar 60 persen sehingga dinilai belum begitu akurat. Hal didasarkan dari hasil tinjauan yang pernah dilakukan pada 2017 dan 2018.

"Jadi memang baru sekitar 60 persen dari warning atau peringatan yang ditunjukkan oleh sistem MHEWS betul-betul dialami pada area yang dimaksud," kata Kepala Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalop) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Bambang Surya Putra, di Jakarta, Rabu (15/1).

Sebagai contoh, kata dia, saat sistem memberikan peringatan bencana di desa A dan desa tersebut berada di kecamatan I. Kejadian yang telah diperingatkan sebelumnya memang terbukti terjadi di kecamatan I, namun bukan di desa A. "Bisa saja terjadinya di desa B. Jadi warning-nya benar pada sebatas kecamatan, tidak tepat di desa A," kata dia.

Kondisi yang belum begitu akurat tersebut, katanya, menjadi alasan kenapa belum bisa disampaikan hingga ke tingkat masyarakat luas, melainkan baru sebatas informasi di tingkat BPBD di setiap provinsi serta kabupaten dan kota.

"Jadi memang sebagai warning pada BPBD saja agar bersiap-siap untuk melakukan upaya tertentu, misalnya banjir, bukan meneruskannya pada masyarakat," katanya.

Sebab, kata dia, juga dikhawatirkan peringatan dini yang disampaikan pada masyarakat dengan kondisi belum begitu akurat tersebut menjadi suatu kepanikan di lokasi sekitar, padahal belum tentu terjadi.

Ia mengatakan BNPB juga terus menguatkan prakiraan-prakiraan tersebut dan jika tidak memiliki cukup data, maka akan dilakukan riset yang berkelanjutan atau penyempurnaan sistem.

BNPB juga telah melakukan pelatihan penggunaan MHEWS kepada sejumlah BPBD walaupun memang belum menyeluruh. Hal itu terutama dilakukan pada daerah-daerah yang berpotensi terdampak hidrometeorologi.

Sehingga, lanjutnya, setiap personel nantinya secara berkesinambungan bisa melihat ataupun menggunakan data dari MHEWS. "Bahkan diharapkan bisa melakukan peringatan tersebut sendiri secara mandiri di daerah," tandas Bambang.

Dalam kesempatan tersebut, Bambang juga mengatakan peringatan dini bencana sebetulnya bisa dipelajari dengan melihat tanda-tanda alam sehingga masyarakat bisa lebih meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.

"Kami berharap seluruh universitas di Indonesia dapat membantu untuk meningkatkan kewaspadaan di masyarakat dengan melihat tanda-tanda alam," katanya.

Siklon Tropis

Sementara itu, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, mengatakan Badai atau Siklon Tropis Claudia saat ini sudah bergerak menjauhi pantai Selatan Jawa sehingga tidak berpengaruh menimbulkan potensi cuaca ekstrem di Jawa dan sekitarnya.

Siklon (badai) tropis adalah pusaran angin yang dipicu oleh daerah tekanan rendah di samudera akibat suhu permukaan laut yang menghangat.

Thomas menuturkan badai atau siklon tropis tidak pernah terjadi di wilayah dekat ekuator seperti Indonesia sehingga tidak ada yang perlu diwaspadai. eko/Ant/E-3

Baca Juga: