NEW YORK - Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food And Agriculture Organization (FAO) di bawah PBB, pada Senin (7/11) mengatakan, sistem pangan dan pertanian menambah 10 triliun dollar AS "biaya tak terduga" pada perekonomian global setiap tahunnya akibat pola makan yang tidak sehat, emisi, dan kekurangan gizi.

Dikutip dari Agence France-Presse (AFP), badan PBB tersebut mengatakan, pihaknya melakukan analisis di 154 negara untuk menentukan dampak "sebenarnya" dari sistem pertanian pangan.

Menurut perkiraan FAO, biaya tak terduga yang dihitung secara global berjumlah sekitar 12,7 triliun dollar AS pada 2020, mewakili hampir 10 persen dari produk domestik bruto global.

"Masa depan sistem pertanian pangan kita dan tentu saja, planet kita bergantung pada kesediaan kita untuk mengakui kerugian yang sebenarnya dan memahami bagaimana kita semua berkontribusi terhadap hal tersebut," kata Direktur Jenderal FAO,Qu Dongyu.

Studi tersebut menemukan 73 persen biaya tak terduga terkait dengan pola makan buruk yang kaya akan makanan ultra-olahan dan lemak. FAO mengatakan, konsekuensinya termasuk hilangnya produktivitas tenaga kerja.

Lebih dari 20 persen biaya tersembunyi terkait dengan permasalahan lingkungan termasuk emisi gas rumah kaca dan nitrogen, penggunaan air, dan perubahan penggunaan lahan.

Terkena Dampak

Negara-negara berpendapatan rendah adalah pihak yang paling terkena dampak dari biaya-biaya tersembunyi ini, yang mencakup 27 persen PDB mereka, dibandingkan dengan 11 persen di negara-negara berpendapatan menengah dan kurang dari delapan persen di negara-negara kaya.

Terkait masalah pangan ini, sebelumnya FAO mendorong para petani dan nelayan untuk menjadi agen pengelolaan air dan menyoroti air sebagai landasan kehidupan dan pangan.

Seperti dikutip dari Antara, FAO dalam memperingati Hari Pangan Sedunia 2023 menyoroti peran krusial air dalam kehidupan. Untuk itu, "Air adalah kehidupan, air adalah pangan - tidak meninggalkan siapa pun" menjadi tema Hari Pangan Sedunia tahun ini.

Tema ini mencerminkan salah satu sumber daya paling berharga di planet ini yaitu air, yang merupakan salah satu hal yang paling penting untuk kehidupan di bumi, kata FAO dalam keterangannya yang diterima di Jakarta.

"Air meliputi sebagian besar permukaan planet bumi, membentuk lebih dari 50 persen dari tubuh kita, membantu menyediakan makanan bagi kita, mendukung mata pencaharian, dan sangat penting untuk mencapai Agenda Pembangunan Berkelanjutan tahun 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)," kata organisasi PBB itu dalam keterangannya.

FAO menekankan di tengah tantangan kompleks yang dihadapi oleh perubahan iklim dan polusi, sangat penting untuk melindungi sumber daya air tawar dan sistem pangan akuatik, serta memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama untuk memperoleh air.

Selama dua dekade terakhir, menurut FAO, sekitar satu perlima dari cadangan sumber daya air tawar yang tersedia hilang.

"Tanpa aksi nyata, kita akan terus menaikkan pemakaian air untuk pertanian hingga lebih dari sepertiga pada 2050. Artinya, kita akan terpojok bersama-sama, dan perubahan iklim pun diyakini akan memperparah tantangan air kita ini," katanya.

Tantangan air memengaruhi berbagai kelompok orang dengan cara yang berbeda, terutama di daerah yang kekurangan air, di mana perubahan sekecil apa pun memiliki dampak besar pada kehidupan masyarakat.

Pertumbuhan populasi yang cepat, urbanisasi, perkembangan ekonomi, dan perubahan iklim, semuanya memberikan dampak pada sumber daya air, ditambah dengan polusi air dan penyedotan air tanah yang berlebihan dapat menciptakan kombinasi tantangan yang kompleks.

Untuk itu, praktik pengelolaan air inovatif dan efisien serta tindakan di lapangan sudah dimulai.

"Inisiatif seperti penggabungan konservasi biodiversitas dan penggunaan berkelanjutan dalam praktik perikanan darat di ekosistem air tawar (proyek IFish), pengembangan strategi nasional untuk pengelolaan berkelanjutan sumber daya genetik akuatik, dan upaya untuk mengatasi kelangkaan air menunjukkan komitmen kami terhadap Indonesia," kata Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal.

Menurut Aryal, para petani dan nelayan perlu menjadi agen pengelolaan air dan dilengkapi dengan perangkat yang tepat untuk melakukannya secara berkelanjutan.

Para petani, warga yang hidup dari hasil hutan, para peternak, dan mereka yang bekerja dalam sektor ekonomi biru sudah terbiasa mengelola pemakaian air setiap hari.

"Mendukung dan mendorong mereka untuk mengambil peran kepemimpinan dalam menemukan dan menjalankan solusi pelestarian air adalah sesuatu yang jelas dan cerdas untuk dilakukan," ujarnya.

Baca Juga: