Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menilai kota di Israel yakni Yerusalem menjadi tempat yang ideal untuk menggelar negosiasi bersama Rusia. Ini bertujuan untuk mengakhiri ketegangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, terlebih Israel memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan kedua negara tersebut.

Zelensky mengatakan, sejauh ini Perdana Menteri Israel Naftali Bennett berupaya menengahi konflik di Eropa Timur tersebut. Ia pun mengucapkan rasa terima kasih kepada Bennett atas upaya tersebut.

"Kami berterima kasih atas setiap upaya ini. Jadi ke depan atau lain waktu, kami bisa memulai pembicaraan dengan Rusia, mungkin di Yerusalem. Ini (Yerusalem) adalah tempat yang tepat untuk mencari perdamaian, jika memungkinkan," kata Zelensky dikutip dari AFP, Rabu (23/3).

Seperti diketahui, Bennett telah berkomunikasi melalui sambungan telepon dengan Zelensky dan Putin. Bahkan, ia juga telah mengadakan pertemuan dengan Putin di Kremlin selama tiga jam pada 5 Maret lalu.

Terkait kedekatan dengan Moksow dan Kyiv, Israel berusaha mempertahankan kerja sama keamanan yang rumit dengan Rusia, yang memiliki pasukan di Suriah, melintasi perbatasan utara Israel. Zelensky juga menyadari terdapat kepentingan tersendiri dari hubungan Israel dan Rusia.

"Tentu saja, Israel memiliki kepentingan dan strategi pertahanannya sendiri untuk warganya. Kami memahami semua ini," ucapnya.

Kini, Zelensky tengah bersikeras ingin menggelar pertemuan dalam bentuk apapun dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Menurutnya, ini menjadi satu-satunya cara untuk mengakhiri agresi militer Rusia ke negaranya.

Sebagai informasi, Rusia mulai melancarkan serangan ke Rusia sejak 24 Februari lalu, artinya invasi tersebut sudah berlangsung hampir satu bulan. Meski upaya negosiasi telah beberapa kali dilakukan baik secara langsung maupun melalui tautan video, belum ada titik terang yang berujung pada perdamaian kedua negara.

"Saya percaya tanpa pertemuan ini tidak mungkin sepenuhnya memahami apa yang akan membuat mereka (Rusia) siap menghentikan perang," tutur Zelensky.

Sebelumnya, Komisi Tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia (HAM) mengungkapkan 925 orang tewas akibat serangan Rusia ke Ukraina. Ini berdasarkan data terbaru per Senin (21/3).

Data terbaru tersebut dilakukan melalui perhitungan dari awal Rusia melancarkan invasi di Ukraina pada 24 Februari hingga 20 Maret. Dari total jumlah korban tewas tersebut, 39 orang merupakan anak-anak.

"Sebagian besar korban sipil yang tercatat disebabkan oleh penggunaan senjata peledak dengan area dampak yang luas," tulis Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, dikutip CNBC International, Selasa (22/3).

"Termasuk penembakan dari artileri berat dan sistem roket multi-peluncuran, serta serangan rudal dan udara," tambahnya.

PBB juga mencatat warga yang mengalami luka-luka akibat invasi Rusia di Ukraina mencapai 1.496 orang. Namun, korban tewas dan luka diyakini lebih banyak dari jumlah total tersebut lantaran tak sedikit laporan yang tertunda.

Baca Juga: