Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu (14/12), mengungkapkan harapannya apabila pandemi Covid-19 tak lagi dianggap sebagai keadaan darurat global tahun depan.

"Kriteria untuk menyatakan berakhirnya keadaan darurat akan menjadi salah satu topik pembicaraan ketika Komite Darurat (WHO) bertemu pada bulan Januari," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, WHO kerap mengadakan rapat setiap beberapa bulan untuk memutuskan apakah virus Corona (SARS-CoV-2) masih merupakan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC) atau tidak.

Pertemuan selanjutnya pada Januari akan akan menandai tiga tahun sejak COVID pertama kali dinyatakan sebagai "darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional" oleh WHO pada 30 Januari 2020.

Pertemuan ini juga dimaksudkan untuk memicu tanggapan internasional yang terkoordinasi dan dapat membuka pendanaan untuk berkolaborasi dalam berbagi vaksin dan perawatan.

Pasalnya WHO mencatat dari peluncuran vaksin global secara masif, hanya satu dari lima orang di negara berpenghasilan terendah di dunia yang telah divaksinasi.

Ditanya tentang kondisi yang diperlukan untuk akhir PHEIC, direktur kedaruratan WHO Mike Ryan mengatakan masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

"Jika ada sebagian besar populasi yang belum divaksinasi, dunia masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kata Ryan.

"Jadi saya pikir kita harus sangat berhati-hati karena jika kita ingin mencocokkan vaksin (baru) kita dengan strain yang beredar, kita masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan, dan tidak hanya pada pengembangan vaksin. Itu tidak melupakan pengawasan," tambahnya.

Mengomentari ledakan infeksi Covid-19 baru-baru ini di Tiongkok, Ryan mengatakan lonjakan infeksi tidak terjadi karena pelonggaran kebijakan ketat pemerintah yang tiba-tiba. Ia menekankan bahwa virus menyebar "secara intensif" di negara itu jauh sebelum pencabutan pembatasan.

Dia mengatakan "langkah-langkah pengendalian" tidak menghentikan penyakit itu.

Ryan pun menyebut bahwa tantangan bagi Tiongkok untuk mengendalikan virus adalah mendapatkan vaksinasi dalam jumlah yang memadai, katanya.

Pada kesempatan yang sama, Tedros Adhanom Ghebreyesus juga memperbaharui seruannya kepada Tiongkok untuk berbagi data dan penelitian tentang asal usul virus ini.

"Seperti yang sudah saya katakan berkali-kali, semua hipotesis tetap ada," tambahnya.

Menurutnya masih ada perdebatan yang masih belum terselesaikan tentang apakah virus pertama kali muncul sebagai akibat dari penularan hewan ke manusia secara alami atau pasar Wuhan yang menampung dan menyembelih hewan liar, atau apakah virus itu bisa lolos sebagai akibat dari kegagalan biosekuriti di Institut Virologi Wuhan, yang sedang mempelajari virus corona yang dibawa kelelawar, mirip dengan SARS-CoV-2.

"Salah satu pelajaran penting lainnya dari pandemi ini adalah perlunya kerja sama dan kolaborasi yang lebih kuat daripada persaingan dan kebingungan yang merupakan respons global terhadap Covid-19," ujarnya.

Baca Juga: