PDB Singapura pada kuartal II 2020 turun 41,2 persen dibanding kuartal sebelumnya.

SINGAPURA - Singapura memasuki resesi setelah ekonominya berkontraksi berturut-turut pada dua kuartal terakhir. Pada kuartal I-2020 menyusut 0,3 persen dan terakhir pada kuartal II-2020 menyusut 12,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu atau year on year (yoy). Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura pada kuartal II 2020 turun 41,2 persen dibanding kuartal sebelumnya.

Resesi tersebut sebagai dampak dari kebijakan circuit breaker atau karantina wilayah yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Kebijakan penguncian wilayah tersebut memukul aktivitas perekonomian negara tersebut, terutama dalam perannya sebagai "global supply chain" atau rantai pemasok global. Perdagangan global yang lesu menyebabkan negara yang kontribusi ekspornya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sangat besar ini sulit menggerakkan perekonomiannya.

Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI) pada Selasa (14/7) mengatakan penurunan PDB disebabkan kebijakan circuit breaker yang diterapkan dari 7 April hingga 1 Juni 2020 dan permintaan eksternal yang lemah di tengah penurunan ekonomi global.

"Itu angka kuartalan terburuk dalam sejarah Singapura selama 55 tahun," kata Ekonom regional CIMB Private Banking, Song Seng Wun, kepada AFP. "Tapi, itu tidak mengherankan karena Singapura adalah negara kota kecil yang sangat bergantung pada perdagangan barang dan jasa," katanya.

Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, Chan Chun Sing, mengatakan angka-angka tersebut menunjukkan tantangan yang dihadapi Singapura di tengah pandemi dan perlunya berbagai upaya untuk memulihkan ekonomi. "Pemulihan beberapa bulan ke depan akan menjadi tantangan, karena permintaan eksternal terus lemah," kata Sing dalam laman Facebook.

Di dalam negeri, jelas Sing, langkah pemulihan sangat bergantung pada upaya optimal Singapura menangani masalah kesehatan masyarakat.

MTI pada Mei memperkirakan kontraksi setahun penuh dari 7 persen menjadi 4 persen, sehingga resesi saat ini menjadi yang terburuk di Singapura sejak kemerdekaan pada tahun 1965.

Merosotnya ekonomi pada kuartal kedua dipimpin oleh sektor konstruksi yang menyusut 54,7 persen secara yoy, atau turun signifikan dari minus 1,1 persen pada kuartal pertama. Sedangkan secara kuartal ke kuartal, sektor konstruksi menyusut 95,6 persen pada kuartal kedua, jauh lebih buruk daripada kontraksi 12,2 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini.

"Output konstruksi melemah karena kebijakan circuit breaker yang menyebabkan penghentian sebagian besar kegiatan konstruksi, serta gangguan tenaga kerja untuk mengekang penyebaran Covid-19, termasuk pembatasan pergerakan di asrama pekerja asing," kata MTI.

Industri yang memproduksi jasa juga berkontraksi 13,6 persen secara yoy, lebih curam dari penurunan 2,4 persen pada kuartal sebelumnya.

Satu-satunya yang positif adalah sektor manufaktur yang tumbuh 2,5 persen yoy pada periode April hingga Juni. Namun, pertumbuhannya lebih lambat dari laju 8,2 persen yang dicapai kuartal pertama. Pertumbuhan manufaktur selama kuartal kedua terutama dibantu lonjakan manufaktur biomedis. Namun, permintaan eksternal yang lemah dan gangguan di tempat kerja selama karantina menekan output bahan kimia, teknik transportasi dan kelompok manufaktur umum.

Paket Stimulus

Pemerintah sendiri telah mengumumkan paket stimulus sekitar 100 miliar dollar Singapura atau sekitar 72 miliar dollar AS, namun belum cukup mendorong para pemimpin berbuat lebih banyak. "Isu pekerjaan sering diangkat dalam kampanye pemilu baru-baru ini, jika pasar tenaga kerja domestik terus melemah," kata Selena Ling, dari OCBC Bank.

Kepala ekonom Asia Pasifik di IHS Markit, Rajiv Biswas, mengatakan larangan perjalanan internasional akan tetap menjadi kendala utama bagi pemulihan ekonomi babak kedua Singapura, karena peran negara itu sebagai penghubung untuk penerbangan komersial dan jasa keuangan. n SB/AFP/Strait Times/E-9

Baca Juga: