Dengan pencantuman simplifikasi cukai, rentang harga rokok makin sempit sehingga konsumen tidak bisa beralih ke rokok murah.

Jakarta - Pemerintah diharapkan bisa kembali merealisasikan kebijakan penyederhanaan atau simplifikasi struktur cukai hasil tembakau sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebagai salah satu program strategis. Melalui simplifikasi cukai, target pengendalian tembakau demi kesehatan masyarakat yang tercantum dalam RPJMN dapat lebih mudah tercapai.

"Dengan pencantuman simplifikasi cukai dalam RPJMN, kami berharap pemerintah mewujudkannya agar rentang harga rokok makin sempit, sehingga konsumen tidak bisa beralih ke rokok murah," ujar Peneliti dari Universitas Indonesia, Abdillah Hasan, dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (5/7).

Dengan skenario tersebut, lanjutnya, harapan pemerintah menurunkan tingkat konsumsi rokok di Indonesia pun bisa terwujud.

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LDUI) mengaku telah mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan simplifikasi struktur cukai rokok sejak 2017. Manajer Informasi Kependudukan LDUI Nur, Hadi Wiyono, menjelaskan struktur cukai yang sistemnya berjenjang dan memiliki banyak lapisan (layer) dinilai membuka celah pelanggaran kebijakan cukai.

"Kita sudah usulkan pada pemerintah sejak 2017 untuk melakukan usaha simplifikasi cukai agar dilakukan penyederhanaan secara bertahap," ujarnya.

Simplifikasi struktur cukai secara bertahap sebelumnya memang telah tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, yang mencanangkan simplifikasi struktur cukai rokok dari 12 layer pada 2017 menjadi lima layer pada 2021.

Dalam PMK tersebut dijelaskan penyederhanaan dilakukan dalam rangka optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau, meningkatkan kepatuhan pengusaha pabrik, serta penyederhanaan sistem administrasi di bidang cukai. Namun, baru setahun berjalan, kebijakan simplifikasi itu justru dibatalkan melalui terbitnya PMK 156/2018 yang tidak lagi memasukkan penyederhanaan layer dalam ketetapan tarif cukai.

"Pembatalan rencana simplifikasi cukai rokok dilakukan dengan pertimbangan agar perusahaan rokok tetap terus hidup dan bertahan," ungkap Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi, dalam keterangannya saat itu.

Sementara itu, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mengaku keberatan apabila simplifikasi diberlakukan. Gappri berharap pemerintah tidak akan menerbitkan kebijakan-kebijakan yang justru menghambat pemulihan industri seperti kenaikan cukai, simplifikasi struktur cukai, dan revisi PP 109/2012.

Kontribusi Fiskal

Dukungan terhadap simplifikasi cukai juga disampaikan Bank Dunia. Belum lama ini, Bank Dunia dalam Kajian Belanja Negara Indonesia berjudul Spending for Better Result merekomendasikan agar pemerintah kembali menjalankan penyederhanaan struktur cukai hasil tembakau yang sempat terhenti.

Menurut Bank Dunia, reformasi di bidang cukai hasil tembakau akan mampu memberikan kontribusi terhadap ruang fiskal hingga 0,7 persen dari PDB.

Angka itu lebih besar dibandingkan jika pemerintah melakukan penghapusan subsidi energi dan penghapusan pembebasan pajak pertambahan nilai yang masing-masing hanya berkontribusi 0,4 persen dan 0,2 persen dari PDB.

Ant/E-10

Baca Juga: