Jakarta - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengaku heran dengan sikap Partai Amanat Nasional yang terus menggugat presidential threshold di Undang-Undang Pemilu yang baru. Bahkan Tjahjo merasa gerah dengan pertanyaan Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto yang menyebut Jokowi tidak jujur dalam hal presidential threshold.
"Dalam pengambilan keputusan di Paripurna DPR, pemerintah tidak ikut ambil bagian. Yang tidak jujur siapa dalam membuat pernyataan," kata Tjahjo di Jakarta, Minggu (30/1). Sebelumnya Sekretaris Fraksi PAN Yandri Suanto, pada Sabtu kemarin melontarkan pernyataan yang cukup menohok.
Ia merasa heran dengan sikap pemerintah dalam UU Pemilu. Sejak awal, dalam draf yang dibuatnya, pemerintah ngotot dan bersikukuh menerapkan presidential threshold. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, sempat 'mengancam' bakal menarik diri, jika presidential threshold tak masuk dalam UU Pemilu.
"Itu tidak elok, tidak jujur juga Jokowi itu," ujar Yandri. Menurut Tjahjo, pernyataan Yandri itu tidak tepat. Karena sejak awal pemerintah dan fraksi -fraksi partai di DPR menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang kemudian dibahas bersama. Dan wajar, jika kemudian fraksi-fraksi partai saat pembahasan mempertahankan argumentasinya. Terutama terkait isu krusial dimana salah satunya adalah terkait dengan presidential threshold. "Ya kalau tidak bisa musyawarah, voting.
Akhirnya keputusan diputuskan di Paripurna DPR dengan pengambilan keputusan musyawarah dan atau voting kalau tidak bisa musyawarah," tuturnya. Terkait ada fraksi yang walk out dari sidang Paripurna, menurut Tjahjo itu sah-sah. Walk out, kejadian yang lumrah terjadi. Dan tak hanya sekali itu terjadi.
Tapi, ia tegaskan, keputusan sidang Paripurna DPR kemarin yang mengesahkan UU Pemilu, sah secara hukum. "Yang WO pun di Paripurna sah-sah saja. Dan RUU tetap sah sebagaimana keputusan di Paripurna DPR, dimana pengambilan keputusan paripurna yang diawali lobi-lobi fraksi, jadi apa yang disembunyikan.
Siapa yang tak jujur," ujarnya. Arya Fernandez, pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan, masih berlakunya presidential threshold dalam UU Pemilu yang akan dipakai pada 2019, memicu para elit melakukan manuver sejak sekarang. Pertemuan SBY dengan Prabowo Subianto kemarin, bisa dimaknai adalah manuver awal yang dipicu oleh ambang batas pencapresan. Menurut Arya, Prabowo sangat berkepentingan dari sekarang menjalan komunikasi politik. ags/AR-3