Pandemi virus korona baru (Covid-19) berdampak pada hampir seluruh sektor kehidupan. Di Indonesia sendiri, pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan bertambahnya jumlah kasus positif pasien Covid-19. Pada masa awal peningkatan jumlah kasus, Presiden RI, Joko Widodo, juga mengimbau agar bekerja, belajar, dan beribadah dilakukan dari rumah.
Kebijakan itu menuntut masyarakat mengubah pola kegiatan menjadi berbasis dalam jaringan (daring) atau online. Di sektor pendidikan, kegiatan belajar-mengajar juga dilakukan dari rumah. Perubahan ini menuntut para orang tua selain mengasuh anak, juga ikut berperan dalam memastikan pembelajarannya.
Banyak tantangan yang dihadapi pada masalah ini, di antaranya belum terbiasanya orang tua dalam mengajar sekaligus mengasuh anak. Tidak jarang mereka menerapkan kekerasan dalam mengajar dan mengasuh. Selain itu, anak yang terbiasa berkegiatan di luar rumah juga mudah stres, sehingga pembelajaran di rumah tidak efektif.
Hal ini tentu harus dihindari mengingat pada masa kenormalan baru, kegiatan pembelajaran masih dilaksanakan dari rumah. Untuk mendalami terkait pengasuhan dan pembelajaran anak dari rumah, wartawan Koran Jakarta, M Aden Ma'ruf, mewawancarai psikolog sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi. Berikut petikannya.
Bagaimana proses pengasuhan anak yang efektif selama pandemi ini?
Terlepas dari pandemi atau tidak, para orang tua harus menjadi efektif dalam pengasuhan anak. Sebab, sering kali mereka hanya menjadi orang tua biologis dan melupakan peran sebagai sahabat bagi anak dan menciptakan suasana yang mendukung. Orang tua harus menjadi efektif. Mereka sering hadir di dekat anak, tapi tidak di hatinya.
Selain itu, saat ini fungsi orang tua dalam pengasuhan terutama sebagai pranata atau institusi kontrol bagi anak masih kurang. Dampaknya, tak sedikit anak yang keluar dari rumah dan terpapar tindakan menyimpang, bahkan cenderung kriminal.
Bapak-ibu harus terlibat dalam pengembangan pembelajaran dan karakter anak. Orang tua jangan mengajarkan kedua hal tersebut dengan kekerasan karena akan merusak tumbuh kembang anak. Kunci sukses menghadapi anak adalah kreatif dan penuh cara-cara baru yang sesuai dengan zamannya.
Para orang tua harus bisa menciptakan "Rumah Ramah Anak". Konsep tersebut bisa dimulai dengan menciptakan rapat keluarga untuk mendengar suara anak dalam menilai proses pengasuhan orang tua. Masa depan anak dimulai dari rumah.
Pandemi Covid-19 melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru. Bagaimana orang tua meresponsnya dalam pengasuhan anak?
Suasana yang baik harus selalu ditumbuhkan dalam mengasuh anak, meski dalam masa-masa sulit seperti pandemi Covid-19. Orang tua memegang peranan penting dalam mengasuh dan mendampingi proses belajar. Penting bagi mereka menghindari pendekatan kekerasan dalam mendidik dan mengajar anak. Belajar tidak harus dengan cara-cara kekerasan, tapi memerlukan kreativitas dan ide-ide menarik dari orang tua.
Pada dasarnya, dunia anak adalah bermain. Karena itu, suasana belajar dan bermain harus dipadukan. Buat anak senang untuk belajar dengan membangun suasana yang menyenangkan.
Hidup pada masa pandemi Covid-19 ini memang tidak mudah, tapi salah satu kekuatan orang tua dalam pengasuhan anak di era seperti sekarang adalah senyuman. Mohon para orang tua jangan pernah tinggalkan senyum. Begitu bangun tidur pagi hari, ambil kaca, katakan pada diri sendiri bahwa tersenyum lebih cantik dari seorang aktris.
Gara-gara pandemi Covid-19, orang tua juga semakin terlibat dalam pembelajaran anak. Bagaimana agar mereka bisa memastikan pembelajarannya?
Pada masa pandemi Covid-19 ini, anak harus belajar dengan efektif dan orang tua harus benar-benar memastikannya. Belajar atau pendidikan ini harus mengasyikkan dan menyenangkan. Ini juga bagian dari pemenuhan hak anak. Perlu diketahui juga bahwa usia yang termasuk anak-anak di bawah 18 tahun. Artinya, siswa SMA juga masih termasuk anak-anak.
Ayah-ibu bisa membuat metode mendampingi belajar anak agar menyenangkan. Pada dasarnya, anak-anak kan senang belajar, tapi juga gemar bergerak. Suasana belajar di rumah juga jangan terlalu kaku. Jangan terlalu stres. Misalnya, dapat disisipi acara bermain bahkan untuk materi-materi yang sifatnya kaku.
Kadang-kadang kita sekarang terpaksa belajar dengan alat teknologi canggih. Layar televisi, kemudian laptop, mungkin juga sinarnya kalau terus-menerus juga kurang baik untuk kesehatan mata. Karena situasi demikian, yang penting kita siasati dengan cara lebih kreatif. Misalnya, dipadukan dengan gerakan-gerakan dan nyanyian. Walaupun penuh dengan materi yang harus dipelajari, kalau dibawakan dengan cara menyenangkan mudah-mudahan semuanya juga bisa lebih efektif.
Saat ini, pembelajaran juga menyesuaikan dengan kondisi kasus Covid-19 di tiap daerah. Untuk beberapa daerah yang memang bukan zona merah, orang tua bisa mengasuh dan mengajar dengan mengajak bermain di sekitar rumah. Ini penting juga agar anak tidak kehilangan sosialisasi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan tahun ajaran baru dimulai pertengahan Juli, tapi tetap dengan metode belajar dari rumah. Bagaimana tanggapan Bapak?
Perlu disadari, perbedaan antara dimulai kurikulum tahun ajaran baru dan mulai masuk sekolah. Belajarnya sementara ini masih di rumah dulu karena memang situasinya belum menentu. Kemendikbud juga harus mendengar masukan-masukan berbagai kalangan pemangku kepentingan pendidikan, termasuk organisasi perlindungan anak dan kedokteran. Dari situ, nanti baru betul-betul diputuskan. Kalau data sudah melandai dan aman, baru mau masuk sekolah. Tapi kalau belum, ya tetap di rumah saja dulu.
Yang terpenting kesehatan dan keselamatan anak. Jangan sampai anak-anak setelah bertemu teman-teman justru membuat korban bertambah banyak. Saya kira itu harus diperhitungkan semuanya.
Seluruh kebijakan yang ditetapkan pemerintah harus menghargai hak keluarga seperti orang tua dan anak-anak. Kalau memang masih takut, masih penuh pertimbangan dan sebagainya, sehingga belum juga datang ke sekolah, tetap perlu diapresiasi, meskipun daerahnya berzona hijau. Mungkin saja sebuah sekolah berada di zona hijau, tetapi guru atau yang lain dari luar daerah hijau. Ini bisa terjadi penularan.
Pembelajarannya juga mesti diubah. Penguatan mata pelajaran pada siswa tidak lagi sesuai. Justru kebutuhannya harus berpusat pada siswa atau student center learning. Istilahnya, transformatif atau siswa mampu mengubah diri sendiri. Kita jadi tahu kesadaran dan motivasinya dalam belajar.
Untuk lingkungan khususnya orang tua lebih menjadi fasilitator dengan memfasilitasi sumber-sumber belajar bagi anak-anak dan memotivasi. Ini kan sebenarnya metode yang sudah digunakan di Homeschooling yang bisa juga diterapkan selama pembelajaran nanti.
Perlu ada penyesuaian kurikulum?
Pembelajaran harus tetap berjalan dengan penyesuaian kurikulum. Setiap anak tentu merasakan jenuh atau bosan selama belajar dari rumah akibat pandemi global tersebut. Oleh karena itu, guru, sekolah, orang tua, serta pemangku dunia pendidikan harus berpikir mencari cara paling efektif penerapan kurikulum. Jadi, kita semua harus memikirkan cara "mengakali" semua itu.
Selain itu, modul-modul pembelajaran yang disiapkan pemerintah harus tetap disosialisasikan kepada masyarakat, khususnya menyangkut standar kompetensi yang harus dicapai dan kelulusan. Orang tua juga harus dilibatkan, sehingga ada komunikasi dengan para guru. Hal ini akan membuat anak jauh lebih nyaman belajar di rumah.
Khusus untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) kebutuhannya berbeda. Apa saran terkait pembelajaran PAUD?
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau jenjang prasekolah lainnya harus juga difokuskan mengingat siswa PAUD sangat rentan terpapar Covid-19. Ketika sekolah, mobilitas mereka sulit dikendalikan. Pembelajaran PAUD sangat berbeda karena harus menyesuaikan dengan karakteristik dan kebiasaan anak yang kebutuhan bermainnya harus tetap dipenuhi. Di sisi lain, guru juga akan kesulitan mengontrol semua murid secara bersamaan.
Kemendikbud harus memastikan pembelajaran PAUD tetap menyenangkan pada masa kenormalan baru. Kurikulum pembelajaran harus melibatkan ide-ide kreatif para siswa, termasuk mendengar siswa PAUD yang kreatif. Ide tersebut digali berdasarkan pengalaman masing-masing agar suasananya tetap menyenangkan dan mendukung pembelajaran.
Kemendikbud harus memaksimalkan fasilitas Radio PAUD yang menyediakan dongeng-dongeng dan cerita. Radio PAUD, lanjutnya, berguna bagi para orang tua untuk mendampingi anak ketika belajar dengan metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Selain itu, protokol kesehatan pada jenjang PAUD juga mesti benar-benar diutamakan. Penggunaan APD atau pembatasan jumlah siswa dalam pembelajaran bisa dilakukan dengan tetap menjaga suasana yang menyenangkan.
Pemerintah dalam waktu dekat menerapkan new normal atau kenormalan baru. Bagaimana penerapannya agar tidak membahayakan anak?
Pemerintah dan pemangku kepentingan dunia pendidikan agar menerapkan kebijakan normal baru atau new normal secara bertahap pada anak. Jadi, mulai dari dewasa dulu seperti untuk anak SMA diharapkan lebih mampu mengikuti protokol kesehatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Apabila kebijakan tersebut bisa berjalan dengan baik, maka langkah selanjutnya dapat diterapkan secara perlahan untuk tingkatan pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat. Begitu selanjutnya hingga jenjang Sekolah Dasar (SD).
Dengan begitu, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya mengetahui kebijakan normal baru bisa beradaptasi dengan anak-anak. Hanya, untuk PAUD tidak diberlakukan dulu karena mereka masih harus diantar orang tua sehingga lebih rentan.
Sejauh mana peran pemerintah saat ini dalam memastikan perlindungan dan pemenuhan hak anak?
Tentu masih harus terus ditingkatkan. Tapi, saya mengapresiasi pemerintah terutama perluasan tugas dan fungsi di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Dengan begitu, tugas Kemen PPPA tidak hanya koordinasi, tapi implementasi yang kuat.
Meski begitu, Kemen PPPA harus segera bersinergi dengan semua pihak, baik pemerintah maupun nonpemerintah, untuk menindaklanjuti perluasan tugas dan fungsinya. Kemen PPPA mesti fokus pada langkah-langkah preventif tidak hanya menjadi "pemadam kebakaran" saat terjadi masalah terkait perempuan dan anak atau hanya menyerahkan laporan periodik tentang kekerasan terhadap anak.
S-2