massa yang berujung kerusuhan pada 22 Mei bukan saja membuat keamanan dan ketertiban terganggu, namun perekonomian nasional juga ikut terguncang. Tersebutlah di antaranya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerka Serikat (AS) mengalami penurunan setelah sempat berada pada posisi stabil. Pada Rabu (22/5), di pasar spot, nilai tukar rupiah ditutup menembus level 14.520 rupiah per dollar AS, namun per Kamis (23/5), pukul 15.00 WIB, rupiah sudah kembali menguat ke 14.477 rupiah per dollar AS.

Tak cuma itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga berada pada zona negatif turun 0,19 persen atau 11,73 poin ke level 5.939,64. Padahal, selama ini IHSG selalu di atas batas psikologis 6.000. Beruntung, IHSG pada Kamis kembali menguat dengan bertengger pada level 6.032,7 setelah menguat 93,06 poin atau 1,57 persen dibandingkan penutupan perdagangan Rabu.

Kurs rupiah dan IHSG memang sangat rentan dengan kondisi keamanan dan perkembangan politik di dalam negeri. Kondisi ini menandakan fundamental ekonomi Indonesia masih sangat labil, apalagi selama ini bergantung dari dana asing berjangka waktu pendek.

Bayangkan jika stabilitas keamanan di dalam negeri terus memanas, berapa banyak yang harus ditanggung otoritas moneter untuk membuat kurs rupiah stabil, belum lagi menjaga IHSG tidak anjlok lebih dalam lagi.

Runyamnya, kerusuhan juga membuat pasar terbesar di Asia Tenggara, Tanah Abang, terkena imbas. Walaupun perusuh tidak sampai merusak pasar, tapi aktivitas perdagangan di pasar tekstil dan garmen itu terhenti selama dua hari, yakni Rabu hingga Kamis.

Inilah sebab, banyak pedagang Tanah Abang kecewa. Kesempatan mereka untuk mendapatkan untung menjelang Lebaran jadi terbuang. Hitung punya hitung, sekitar 200 miliar rupiah per hari hilang begitu saja dari Tanah Abang. Jumlah ini belum lagi ditambah dengan berkurangnya pendapatan transportasi umum, pedagang makanan, hingga biaya komunikasi seluler.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta memperkirakan kerugian transaksi perdagangan akibat rusuh 22 Mei mencapai 1,5 triliun. Sebab, sejumlah kegiatan ekonomi lumpuh, terutama di wilayah Jakarta Pusat, wilayah Tanah Abang, kawasan Jalan Sudirman-Thamrin, dan kawasan Jalan Sabang. Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebutkan kerugian pusat perbelanjaan atau mal di kawasan Jakarta yang menutup kegiatan operasionalnya karena aksi 22 Mei lalu setidaknya mencapai 1,5 triliun rupiah dalam satu hari.

Kerugian sudah pasti dialami para pengelola hotel di kawasan yang terkena imbas kerusuhan 22 Mei. Selain jumlah tamu hotel berkurang, kekhawatiran untuk melanjutkan tinggal di Jakarta menjadi besar. Ujung-ujungnya, jumlah wisatawan menjadi berkurang pula.

Jika semua kerugian itu terakumulasi, berapa banyak kesempatan yang hilang begitu saja. Sungguh mengecewakan, padahal pihak-pihak yang terkait dengan kerusuhan cuma sekadar menakut-nakuti, namun tidak berpikir dampak yang terjadi kemudian.

Untuk itu, pantaslah kita mengutuk aksi-aksi yang berujung kerusuhan. Sebab, manfaat dari aksi merusak itu bukan semata ingin diperhatikan, namun lebih dari itu, yakni merusak tatanan publik dan mengabaikan kepentingan umum.

Kita berharap pada aparat keamanan untuk menindak tegas para perusuh. Kita juga minta kepada aparat untuk mengungkap latar belakang terjadinya kerusuhan 22 Mei, termasuk dalangnya. Ini penting, agar terbangun kepercayaan kita tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan nasional.

Baca Juga: