BANGKOK - Serangan udara militer Myanmar di Negara Bagian Shan utara telah menewaskan 11 warga sipil dan melukai 11 lainnya, kata juru bicara kelompok bersenjata etnis minoritas yang memerangi junta kepada AFP, Jumat (6/9).

Serangan udara itu dilakukan saat junta sedang memerangi oposisi bersenjata yang meluas terhadap kudeta tahun 2021 dan tentaranya dituduh melakukan aksi kekerasan berdarah dan menggunakan serangan udara dan artileri untuk menghukum masyarakat sipil.

"Mereka mengebom dua wilayah di Kota Namhkam pada Jumat sekitar pukul 1 pagi waktu setempat," kata Lway Yay Oo, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA).

Namhkam berjarak sekitar 5 kilometer dari perbatasan dengan Provinsi Yunnan di Tiongkok, dengan pejuang TNLA mengklaim menguasai kota tersebut setelah pertempuran berminggu-minggu tahun lalu.

Gambar-gambar di media sosial menunjukkan orang-orang menyisiri puing-puing dan membawa seorang anak muda yang tampaknya terluka. Satu video memperlihatkan beberapa bangunan yang hancur. Reporter AFP menemukan lokasi video tersebut berada di sebuah lokasi di Namhkam dan mengatakan bahwa video tersebut belum pernah muncul di internet sebelumnya.

Sejak tahun lalu militer telah kehilangan sebagian besar wilayah dekat perbatasan dengan Tiongkok di Negara Bagian Shan utara akibat perlawanan aliansi kelompok etnis minoritas bersenjata dan Pasukan Pertahanan Rakyat yang bertempur untuk menggulingkan kudeta.

Kelompok-kelompok tersebut sebelumnya dilaporkan telah merebut markas komando militer regional dan mengambil alih kendali atas penyeberangan perdagangan perbatasan yang menguntungkan.

Awal pekan ini, kepala junta Min Aung Hlaing memperingatkan warga sipil di wilayah yang dikuasai kelompok bersenjata etnis minoritas untuk bersiap menghadapi serangan balik militer, media pemerintah melaporkan. Junta juga mengumumkan bahwa pekan ini bahwa mereka telah menyatakan TNLA sebagai organisasi teroris.

Myanmar dilanda kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada tahun 2021 dan melancarkan tindakan keras yang memicu pemberontakan bersenjata.

Serangan Mortir

Sebelumnya pada Kamis (5/9) dilaporkan bahwa pemberontak Myanmar telah meluncurkan mortir ke arah pemimpin tertinggi junta selama kunjungannya ke pangkalan militer di Negara Bagian Kayah, Myanmar timur, seorang pejabat dari kelompok antijunta mengatakan kepada Radio Free Asia (RFA).

RFA tidak dapat memverifikasi secara independen laporan serangan terhadap Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada Rabu (4/9) ketika ia mengunjungi markas komando regional yang ada di ibu kota Negara Bagian Kayah, Loikaw.

Junta belum mengeluarkan informasi apapun mengenai serangan tersebut, namun media melaporkan pada Kamis bahwa Min Aung Hlaing telah mendiskusikan situasi keamanan dan sensus yang akan datang selama kunjungannya.

Seorang juru bicara Pasukan Pertahanan Kebangsaan Karenni (KNDF) yang merupakan etnis minoritas, mengatakan bahwa para pejuangnya meluncurkan dua bom mortir 120 mm ke pangkalan militer ketika kepala junta diyakini sedang berkunjung.

"Kami menerima informasi bahwa dia akan datang ke Loikaw, jadi kami memerintahkan tim senjata berat kami untuk bersiap-siap dan menembak," kata juru bicara tersebut yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan. AFP/RFA/I-1

Baca Juga: