JAKARTA - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, baru-baru ini menekankan perlunya aksi sesegera mungkin mereformasi sistem keuangan global untuk mengatasi krisis utang yang terjadi saat ini.
Pernyataan Guterres itu disampaikan saat peluncuran laporan terbaru oleh Kelompok Tanggap Krisis Global PBB (UN Global Crisis Response Group), berjudul "A World of Debt".
"Separuh dunia kita tenggelam dalam bencana pembangunan, yang dipicu oleh krisis utang yang menghancurkan," kata Guterres dalam pesannya pada laporan tersebut.
Dia menyatakan sekitar 3,3 miliar orang atau hampir separuh dari umat manusia, tinggal di negara-negara yang membelanjakan lebih banyak anggarannya untuk pembayaran bunga utang daripada untuk pendidikan atau kesehatan.
Hal itu sebagai kegagalan sistemik, karena beberapa negara termiskin dipaksa memilih antara membayar utang atau membelanjakan uangnya untuk rakyat mereka. "Mereka hampir tidak memiliki ruang fiskal untuk investasi penting dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau transisi ke energi terbarukan," katanya.
Pada 2022 lalu, papar Guterres, utang publik global menyentuh rekor 92 triliun dollar AS, dengan negara berkembang memikul jumlah yang tidak proporsional. Pangsa pasar yang tumbuh dipegang oleh kreditur swasta yang membebankan suku bunga setinggi langit ke banyak negara berkembang.
Rata-rata, negara-negara Afrika membayar pinjaman empat kali lipat lebih banyak dibandingkan AS dan delapan kali lebih banyak daripada negara-negara Eropa terkaya.
"Ini salah satu hasil dari ketidaksetaraan yang terbangun dalam sistem keuangan global kita yang sudah ketinggalan zaman, yang mencerminkan dinamika kekuatan kolonial pada era ketika sistem itu diciptakan," kata Guterres.
Sistem itu belum memenuhi mandatnya sebagai jaring pengaman untuk membantu semua negara mengelola rangkaian guncangan tak terduga saat ini termasuk pandemi Covid-19, dampak krisis iklim, dan konflik bersenjata di Ukraina.
Reformasi mendalam pada sistem keuangan global tidak akan terjadi dalam semalam, tetapi ada banyak langkah yang dapat diambil saat ini. "Aksi tidak akan mudah, namun aksi itu penting dan mendesak," kata Guterres.
Masa Depan Dunia
Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, mengatakan Indonesia harus berkontribusi dalam aksi global untuk mereformasi sistem keuangan global.
"Itu adalah seruan penting untuk masa depan dunia. Indonesia harus terlibat karena saat ini Indonesia memimpin Asean," kata Maruf.
Di internal, pemerintah dituntut merumuskan kebijakan fiskal yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, terutama pengelolaan utang pemerintah maupun BUMN secara hati-hati. "Indeks korupsi kita masih tinggi. Artinya, utang belum dibelanjakan dengan baik," katanya.
Sementara itu, peneliti ekonomi Core, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan peningkatan beban utang di negara miskin kurang baik dalam konteks jangka panjang. Sebab itu, seruan aksi mereformasi sistem keuangan global sangat relevan dilakukan.