JAKARTA - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan cenderung melemah sepekan ini setelah mengakhiri pekan kedua September di zona hijau. Fokus pelaku pasar sepekan ini diperkirakan masih tertuju kepada perkembangan di Amerika Serikat (AS).
Pengamat pasar modal, Hans Kwee memproyeksikan IHSG berpeluang konsolidasi melemah pekan ini dengan support di level 6.001 sampai 5.938 dan resistance di level 6.150 sampai 6.200. Dalam sepekan lalu, IHSG terkoreksi hingga 0,52 persen.
Hans menilai pergerakan IHSG tersebut dipicu oleh keraguan investor terhadap prospek pemulihan ekonomi AS. "Ekonomi AS sedikit melambat pada awal Juli hingga Agustus karena lonjakan baru kasus virus Covid-19 varian Delta," ujarnya dalam catatan risetnya yang diterima di Jakarta, Minggu (12/9).
Hans juga mencermati pernyataan pejabat bank sentral AS atau The Fed masih akan mempengaruhi pergerakan pasar pekan ini. Presiden Federal Reserve Chicago, Charles Evans mengatakan ekonomi AS belum keluar dari kesulitan, dan meski pertumbuhan ekonomi yang kuat serta vaksin yang menjanjikan, tantangan tetap ada, termasuk rantai pasokan dan hambatan pasar tenaga kerja.
The Fed dijadwalkan memulai pertemuan dua hari pada 21 September dan pelaku pasar akan memantau update program pembelian obligasi bank sentral. Apakah pasar akan menerima berita tentang rencana tapering pada pertemuan tersebut.
"Saat ini pelaku pasar akan menanti hasil pertemuan The Fed di 21 - 22 September dan terbuka peluang terjadi perubahan kebijakan moneter terutama tapering," jelasnya dalam keterangan tertulis, Minggu (12/9).
Sebelumnya, IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir pekan ditutup menghijau seiring penguatan bursa saham kawasan Asia. IHSG menguat 26,65 poin atau 0,44 persen ke posisi 6.094,87. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 1,64 poin atau 0,19 persen ke posisi 870,2.
"Dari dalam negeri, IHSG melanjutkan penguatan seiring dengan kenaikan bursa regional. Sektor keuangan dan bahan baku menjadi pendorong pergerakan IHSG terutama saham ARTO, TPIA dan BBRI," tulis Tim Riset Phillip Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta.