Para peneliti menguji sensor dengan menambahkan amfetamin ke urin dan mengevaluasi hasil melalui Bluetooth dari sensor ke aplikasi Android.
Ilmuwan berhasil mengembangkan perangkat tes urin yang lebih mobile. Perangkat ini memiliki banyak kelebihan, mulai dari tingkat kepekaan yang tinggi hingga bentuknya yang cukup portable untuk di kenakan sebagai gelang tangan.
Selebihnya perangkat ini juga diperkirakan dapat diproduksi secara masal dengan harga yang terjangkau. Periset di Korea telah mengembangkan sensor nirkabel dan aplikasi smartphone yang bisa dengan cepet mendeteksi setetes air seni manusia dalam hitungan detik.
Perangkat prototip juga cukup portabel untuk dipakai sebagai gelang dan memiliki kepekaan amphetamine yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan risiko hasil palsu yang relatif rendah. Jika di produksi secara masal, harga produksinya sekitar 50 dolar AS.
Para peneliti ini menyajikan desain mereka pada jurnal Chem, belum lama ini. Amfetamin atau lebih dikenal dengan sebutan Shabu-Shabu. Yakni merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.
"Deteksi obat konvensional umumnya menggunakan teknik yang memerlukan waktu operasi yang lama, prosedur eksperimental yang canggih, dan peralatan yang mahal dengan operator profesional yang terlatih, terlebih lagi, perangkat jenis ini biasanya tidak portabel," kata penulis senior Joon Hak Oh.
Oh mengepalai laboratorium elektronik organik di Pohang University of Science and Technology (POSTECH). "Metode kami adalah jenis sensor obat baru yang bisa menyelesaikan semua masalah ini sekaligus," tambah Hak Oh.
Laboratorium Oh, memiliki keahlian dalam mengembangkan teknologi sensor, ia mengerjakan proyek ini bekerja sama dengan lab Kimoon Kim yang merupakan penulis senior dan sudah lama mempelajari tentang molekuler di POSTECH dan Institute for Basic Science (IBS) dengan menggunakan keluarga dari molekul berbentuk labu berlubang yang disebut cucurbiturils.
Kemitraan ini terinspirasi saat Ilha Hwang, seorang ilmuwan senior di laboratorium Kim, memiliki hipotesis bahwa amfetamin - yang dia lihat dalam laporan berita banyak disalahgunakan - akan mengikat molekul cucurbituril dengan ketat dan dengan demikian membantu dalam deteksi obat.
Para peneliti menguji sensor mereka dengan menambahkan amfetamin ke air kencing dan kemudian mengevaluasi hasil yang dikirim melalui Bluetooth dari sensor ke aplikasi Android.
Pengujian lebih lanjut dalam setting klinis perlu dilakukan sebelum produk dapat dikomersialkan, namun tujuan utamanya adalah menyediakan mekanisme pengujian obat langsung di tempat. Untuk tujuan ini, para peneliti membuatnya menjadi sensor mini sehingga bisa muat dan menganalisa sampel pada gelang. "Pengujian amfetamin di tempat secara real time berpotensi mencegah kejahatan tambahan atau kecelakaan yang mungkin disebabkan oleh penyalahgunaan obat terlarang," kata Hwang.
"Misalnya, breathalyzers yang efektif dalam mendapatkan pengemudi yang mabuk di tempat saat itu juga, sehingga mencegah kecelakaan, kami berharap sensor kami memiliki efek yang sama dengan orang-orang yang menyalahgunakan amfetamin," tambah Hwang.
"Kami percaya bahwa kombinasi molekuler dan elektronik organik sangat kuat dan akan sangat berkontribusi terhadap pengembangan sensor yang akurat, sensitif, dan murah di luar metode yang ada," tambah Kim.
"Ada banyak bidang yang penting dan membutuhkan sensor seperti pemantauan lingkungan, perawatan kesehatan, deteksi zat berbahaya, masalah keselamatan, dan sebagainya. Saat ini kami melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini," tambah Kim.
nik/berbagai sumber/E-6