Ada banyak bidang yang penting dan membutuhkan sensor seperti pemantauan lingkungan, perawatan kesehatan, deteksi zat berbahaya, dan masalah keselamatan manusia lainnya.

Sebuah perangkat baru yang bisa dimanfaatkan dunia medis, telah dikembangkan ilmuwan. Perangkat itu adalah sensor nirkabel yang mampu mendeteksi kadar amphetamine yang rendah dalam setetes urin manusia.

Perangkat ini memiliki banyak kelebihan, mulai dari tingkat kepekaan yang tinggi hingga bentuknya yang cukup portable untuk di kenakan sebagai gelang tangan.

Selebihnya perangkat ini juga diperkirakan dapat diproduksi secara masal dengan harga yang terjangkau. Periset di Korea telah mengembangkan sensor nirkabel dan aplikasi smartphone yang bisa dengan cepet mendeteksi setetes air seni manusia dalam hitungan detik.

Perangkat prototip juga cukup portabel untuk dipakai sebagai gelang dan memiliki kepekaan amphetamine yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan risiko hasil palsu yang relatif rendah. Jika di produksi secara masal, harga produksinya sekitar 50 dolar AS.

Para peneliti ini menyajikan desain mereka pada jurnal Chem, September lalu. Amfetamin atau lebih dikenal dengan sebutan Shabu-Shabu sendiri merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.

"Deteksi obat konvensional umumnya menggunakan teknik yang memerlukan waktu operasi yang lama, prosedur eksperimental yang canggih, dan peralatan yang mahal dengan operator profesional yang terlatih, terlebih lagi, perangkat jenis ini biasanya tidak portabel," kata penulis senior Joon Hak Oh.

Oh mengepalai laboratorium elektronik organik di Pohang University of Science and Technology (POSTECH). "Metode kami adalah jenis sensor obat baru yang bisa menyelesaikan semua masalah ini sekaligus," tambah Hak Oh.

Laboratorium Oh, memiliki keahlian dalam mengembangkan teknologi sensor, ia mengerjakan proyek ini bekerja sama dengan lab Kimoon Kim yang merupakan penulis senior dan sudah lama mempelajari tentang molekuler di POSTECH dan Institute for Basic Science (IBS) dengan menggunakan keluarga dari molekul berbentuk labu berlubang yang disebut cucurbiturils.

Kemitraan ini terinspirasi saat Ilha Hwang, seorang ilmuwan senior di laboratorium Kim, memiliki hipotesis bahwa amfetamin - yang dia lihat dalam laporan berita banyak disalahgunakan - akan mengikat molekul cucurbituril dengan ketat dan dengan demikian membantu dalam deteksi obat.

Para peneliti menguji sensor mereka dengan menambahkan amfetamin ke air kencing dan kemudian mengevaluasi hasil yang dikirim melalui Bluetooth dari sensor ke aplikasi Android.

Pengujian lebih lanjut dalam setting klinis perlu dilakukan sebelum produk dapat dikomersialkan, namun tujuan utamanya adalah menyediakan mekanisme pengujian obat langsung di tempat. Untuk tujuan ini, para peneliti membuatnya menjadi sensor mini sehingga bisa muat dan menganalisa sampel pada gelang.

"Pengujian amfetamin di tempat secara real time berpotensi mencegah kejahatan tambahan atau kecelakaan yang mungkin disebabkan oleh penyalahgunaan obat terlarang," kata Hwang.

"Misalnya, breathalyzers yang efektif dalam mendapatkan pengemudi yang mabuk di tempat saat itu juga, sehingga mencegah kecelakaan, kami berharap sensor kami memiliki efek yang sama dengan orang-orang yang menyalahgunakan amfetamin," tambah Hwang.

"Kami percaya bahwa kombinasi molekuler dan elektronik organik sangat kuat dan akan sangat berkontribusi terhadap pengembangan sensor yang akurat, sensitif, dan murah di luar metode yang ada," tambah Kim.

"Ada banyak bidang yang penting dan membutuhkan sensor seperti pemantauan lingkungan, perawatan kesehatan, deteksi zat berbahaya, masalah keselamatan, dan sebagainya. Saat ini kami melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini," tambah Kim.nik/berbagai sumber/E-6

Konten Ponsel untuk Diagnosa Penyakit

Aplikasi ponsel yang baru dikembangkan ini membantu pemantauan seperti diabetes, penyakit ginjal, dan infeksi saluran kemih menjadi lebih akurat dan mudah bagi pasien dan dokter. Kondisi ini pada akhirnya dapat digunakan untuk memperlambat atau membatasi penyebaran pandemik di negara berkembang.

Aplikasi yang dikembangkan oleh para periset di Universitas Cambridge, secara akurat mengukur perangkat uji berbasis warna atau kolorimetrik untuk penggunaan di rumah, klinis atau jarak jauh, dan memungkinkan pengiriman data medis dari pasien langsung ke profesional kesehatan.

Diagnostik merupakan bagian dari penanganan awal masalah kesehatan. Namun, diagnosis dapat terhalang oleh infrastruktur dan kekurangan tenaga profesional yang memadai, terutama di negara berkembang.

Mengatasi tantangan tersebut dengan mengembangkan diagnostik yang mudah diakses dapat mengurangi beban penyakit pada petugas layanan kesehatan.

Karena portabilitas, ukuran kompak dan kemudahan penggunaan, tes kolorimetrik banyak digunakan untuk pemantauan medis, pengujian obat dan analisis lingkungan di berbagai hal lainnya.

Tes, biasanya dalam bentuk strip kecil, bekerja dengan menghasilkan perubahan warna dalam larutan: intensitas warna yang dihasilkan menentukan konsentrasi larutan itu.

Apalagi saat digunakan di rumah atau jarak jauh, tes ini bisa sulit dibaca secara akurat.Pembacaan yang salah, sangat umum terjadi, yang bisa mengakibatkan diagnosis atau pengobatan menjadi keliru.

Peralatan laboratorium khusus seperti spektrofotometer atau pembaca tes khusus dapat digunakan untuk mengotomatisasi pembacaan dengan sensitivitas tinggi, namun ini mahal dan besar.

Aplikasi baru, Colorimetrix, membuat pembacaan akurat tentang tes kolorimetrik jauh lebih mudah, menggunakannyapun tidak lebih sulit dari sebuah ponsel.

Aplikasi ini menggunakan kamera ponsel dan algoritma untuk mengubah data dari tes kolorimetrik menjadi nilai konsentrasi numerik di layar telepon dalam beberapa detik.

Setelah menguji urine, air liur atau cairan tubuh lainnya dengan tes kolorimetrik, pengguna hanya mengambil gambar tes dengan kamera ponsel mereka.

Aplikasi ini menganalisis warna pengujian, membandingkannya dengan kalibrasi yang telah direkam sebelumnya, dan menampilkan hasil numerik pada layar telepon. Hasilnya kemudian bisa disimpan, dikirim ke profesional kesehatan, atau langsung dianalisis oleh telepon untuk didiagnosis.

Aplikasi ini dapat digunakan di rumah, klinik, atau daerah yang terbatas sumber daya, dan tersedia untuk sistem operasi Android dan iOS.

Perangkat ini mampu menunjukkan secara akurat laporan konsentrasi glukosa, protein dan pH dari strip tes urine yang tersedia secara komersial tanpa memerlukan perangkat eksternal, untuk pertama kalinya aplikasi ponsel digunakan dengan cara ini di laboratorium.

Di luar aplikasi laboratorium, aplikasi ini juga dapat digunakan oleh pasien untuk memantau kondisi kronis seperti diabetes, atau sebagai alat kesehatan masyarakat, dengan memungkinkan transmisi data medis ke profesional kesehatan secara real time.

"Aplikasi ini memiliki potensi untuk membantu dalam memerangi HIV, tuberkulosis dan malaria di negara berkembang, membawa konsep perawatan kesehatan mobile yang nyaman," kata Ali Yetisen, seorang mahasiswa PhD di Departemen Teknik Kimia & Bioteknologi, yang memimpin penelitian.

"Dengan segera mendapatkan data medis dari lapangan ke dokter atau laboratorium, ini bisa membantu memperlambat atau membatasi penyebaran pandemi," tambah Yatisen.

Selain aplikasi medis, para periset berencana untuk mengumumkan aplikasi ini secara publik sehingga dapat digunakan untuk tes kolorimetri lainnya seperti peralatan laboratorium, diagnostik veteriner dan alat penyaringan lingkungan. Tim ini berencana untuk menggunakan aplikasi ini untuk pengujian klinis fungsi ginjal dan infeksi.nik/berbagai sumber/E-6

Baca Juga: