Washington DC - Sekelompok senator Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik dan Demokrat, pada Kamis (28/9), mendesak pemerintahan Presiden Donald Trump agar menggunakan pengaruhnya untuk membantu penanganan krisis Rohingya di Myanmar dan Bangladesh. Dalam krisis itu, lebih dari 502.000 orang terpaksa mengungsi dari Myanmar.

Sepucuk surat yang sempat diterima Reuters menunjukkan bahwa empat anggota asal Republik dan 17 Demokrat dari Senat yang beranggotakan 100 orang, telah membubuhkan tanda tangannya untuk mendesak pemerintahan Trump.

Para anggota itu juga meminta Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, serta Kepala Badan ASuntuk Pembangunan Internasional, Mark Green, agar memberikan bantuan kemanusiaan lebih banyak.

"Walaupun sudah dikecam dunia internasional, pihak berwenang Myanmar masih saja membantah (melakukan) kekejaman," demikian bunyi surat itu.

Surat juga mencatat bahwa undang-undang ASyang berlaku saat ini, termasuk UU Global Magnitsky, memungkinkan Trump untuk mengeluarkan sanksi terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran hebat terhadap hak asasi manusia (HAM).

Kehawatiran Guterres

Pada bagian lain Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, pada saat yang sama telah memperingatkan bahwa kekerasan terhadap Muslim Rohingya Myanmar di Rakhine utara bisa meluas ke Rakhine tengah.

Guterres pada Kamis berbicara pada sidang untuk membahas masalah Myanmar, yang pertama kalinya selama delapan tahun digelar secara terbuka.

Pada kesempatan itu, Guterres mengatakan bahwa masalah Rohingya telah berubah menjadi "darurat pengungsi yang paling cepat meningkat, juga suatu mimpi buruk terhadap kemanusiaan dan hak asasi manusia."

"Kami telah menerima gambaran mengerikan (berdasarkan pengakuan) dari mereka yang lari menyelamatkan diri, sebagian besar perempuan, anak-anak dan manula," tutur Guterres.

"Pengakuan yang mereka berikan ini mengarah pada kekerasan yang sangat parah serta pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, termasuk penembakan tanpa pandang bulu, penggunaan ranjau darat terhadap warga sipil serta kekerasan seksual."

Sudah lebih dari 502.000 Muslim Rohingya pergi mengungsikan diri ke Bangladesh bulan lalu sejak para pemberontak menyerang pos-pos keamanan di dekat perbatasan. Serangan itu memicu pembalasan sengit dari militer Myanmar, yang disebut PBB sebagai pembersihan etnis.

Swedia, AS, Inggris, Prancis, Mesir, Senegal dan Kazakhstan adalah negara-negara yang meminta agar Dewan Keamanan PBB bersidang pada Kamis untuk membahas masalah Myanmar.

Guterres menuntut agar akses segera dibuka bagi bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang terdampak kekerasan.

"Kegagalan untuk menangani kekerasan sistematis ini bisa berakibat pada meluasnya (kekerasan) ke Rakhine pusat, tempat 250.000 Muslim kemungkinan terpaksa mengungsi," kata Guterres.

"Krisis ini telah menimbulkan berbagai implikasi bagi negara-negara bagian tetangga Rakhine serta ke wilayah lebih luas, termasuk risiko kemunculan konflik antarmasyarakat. Jangan kaget kalau diskriminasi yang telah berlangsung berpuluh-puluh tahun serta standar ganda dalam perlakuan terhadap Rohingya akan membuka peluang bagi praktik radikalisasi," pungkas Sekjen PBB itu. Ant/Rtr/ I-1

Baca Juga: