Judul : Multiply: Menjadi Murid yang Menjadikan Murid
Penulis: Francis Chan
Penerbit : Katalis
Cetakan : 2017
Tebal : 333 halaman
ISBN : 978-602- 60297-1-3
Buku ini ditulis untuk menanggapi krisis pemuridan di tubuh umat Kristiani. Ia tidak lagi menjadi basis spritualitas dan dihayati sebagai tugas pokok diutusnya Yesus. "Kita mereduksi pemuridan menjadi program turunan dan banyak sekali orang di gereja yang akhirnya mendelegasikan tugas membuat murid kepada para pendeta, " kata Francis Chan (hlm 6).
Di zaman lampau, menjadi murid adalah mengikuti rahib ke mana pun pergi sehingga dalam kebersamaan tersebut ada proses pembelajaran holistik. Tidak hanya transfer pengetahuan yang bersifat teoritis, namun juga keteladanan sikap. Format pemuridan yang demikian merupakan napak tilas dari hidup Yesus bersama murid-murid-Nya.
Saat sekarang menjadi murid tidak bisa lagi demikian. Dinamika dan tuntutan hidup berubah sedemikian rupa. Proses pemuridan dilakukan di mana saja, tanpa harus bersama sepanjang waktu. Kepekaan umat Kristiani untuk selalu memberi pelayanan terbaik kepada orang lain baik dalam bentuk pengajaran, keteladanan, bantuan, maupun lainnya sangat urgen. Core mission-nya membuat orang lain bertobat. Dengan demikian mereka layak disebut murid atau pengikut setia Yesus. "Bertobatlah karena kerajaan Allah sudah dekat," (Matius 4:17).
Kata tobat sendiri, dalam konteks ajaran Kristiani mengandung pengertian cara berpikir dan hidup yang berbalik dari pola pikir dan hidup manusia lama ke hidup baru. Bertobat berarti meyakini, manusia layak mati dan masuk neraka karena dosa. Mereka terbebaskan dari itu semua dengan kehadiran Yesus di muka bumi lewat pengorbanan nyawa di tiang salib. Yesus ingin merangkum semua derita umat-Nya dalam pedih perih yang Dia rasakan. Itu Dia lakukan karena kasih. "Hukuman mati yang seharusnya kita terima dari Raja ini benar-benar sudah ditanggung oleh Orang lain. Anak Raja itu, Yesus Kristus," tegas penulis buku ini (hlm 18).
Di tengah-tengah banyak orang yang tidak percaya hal tersebut, seorang murid justru meyakininya. Dari keyakinan tersebut lahir benih kasih untuk mengajak orang lain sehingga menjadi murid pula. Tentang itu Yesus berkata dalam Matius 28: 18-20, "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah. Jadikanlah semua bangsa murid-Ku (hlm 29)."
Buku ini menjelaskan, hati seorang pembuat murid harus ikhlas. Tuhan tidak melihat gerak lahir. Yang dilihat hatinya sebagai nilai utama dan segalanya. Tidak sedikit kelompok yang perbuatannya tampak bagus dan penuh kesalehan. Padahal itu dilakukan demi pamrih. Kaum Farisi dinegasikan Yesus sebagai kaum yang taat, kendatipun seluruh hidup mereka curahkan utuk beribadah, bederma, dan menyebarkan ajaran Yesus. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya. Padahal, hatinya jauh dari-Ku. Percuma saja mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia," kata Matius (hlm 40).
Membuat murid adalah pengabdian, bukan karier dan kerja profesional untuk meraih profit duniawi. Sebab itu, dia mempertaruhkan beragam kecemasan ekonomi serta mengorbankan hasrat-hasrat hedonis. Kata dan perbuatan juga harus selaras.
Rasa kasih adalah segalanya bagi pembuat murid. Ilmu, iman, dan pengorbanan tidak akan bermanfaat andai tidak dilambari rasa kasih. Tanda bahwa orang tidak punya hati kasih ketika melihat orang lain sebagai alat untuk mendengar perkataannya dan memenuhi kepentingan pribadinya. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi. Sama seperti Aku telah mengasihi kamu. Dengan demikian semua orang tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku jikalau kamu saling mengasihi" kata Yesus (hlm 69).
Elan vital pesan buku mencakup semua umat beragama yang idealnya mesti memiliki gairah keikhlasan, pengabdian, keteladan dan cinta kasih sebagai basis hidup bersosial.
Diresensi Habibullah, Alumnus Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahin Malang, Pengasuh Pesantren