Mongol bukanlah bangsa pelaut. Kapal-kapal yang digunakan untuk menginvasi Jepang memiliki konstruksi buruk yang berperan dalam kehancurannya. Hal ini terungkap melalui penelitian arkeologi kelautan modern.

Mongol bukanlah bangsa pelaut. Kapal-kapal yang digunakan untuk menginvasi Jepang memiliki konstruksi buruk yang berperan dalam kehancurannya. Hal ini terungkap melalui penelitian arkeologi kelautan modern.

Pijakan tiang yang lemah dan pembangunan yang terburu-buru, didorong oleh urgensi Kublai untuk segera merakit armada, berkontribusi pada kurangnya kelayakan laut. Selain itu, tindakan defensif dengan mengikat kapal-kapal besar menggunakan rantai terbukti berakibat fatal saat menghadapi topan.

Di pihak Jepang menafsirkan kemenangan mereka berkat kepahlawanan pasukan samurai dan campur tangan ilahi. Berita tersebut membawa kegembiraan bagi kekaisaran, yang dipandang sebagai bukti pengakuan ilahi dan seruan untuk bertakwa.

Dalam konteks sejarah Jepang, makna mitologis invasi Mongol berkembang seiring waktu dan semakin penting. Perkembangan penting yang diamati dalam literatur abad-abad berikutnya adalah meningkatnya penggunaan ungkapanshinkokuyang menunjuk Jepang sebagai tanah para dewa dan menggambarkannya sebagai tanah yang dilindungi secara unik.

Konsep ini terkait erat dengan meningkatnya polarisasi antara prajurit Jepang dan orang asing yang dirasuki setan. Invasi Mongol meninggalkan dampak jangka panjang pada persepsi Jepang terhadap ancaman asing. Invasi penguasa Jepang, Hideyoshi ke Korea pada 1592 yang sukses meski kemudian menemui jalan buntu menimbulkan ketakutan yang semakin besar terhadap orang asing.

Ekspedisi ini mencerminkan arah invasi Mongol ke arah yang berlawanan dan mungkin dianggap oleh beberapa peserta sebagai balas dendam atas serangan sebelumnya. Bahkan hingga 1853, setahun sebelum Jepang membuka pintunya setelah tiga abad mengasingkan diri, doa dipanjatkan untuk menaklukan orang asing ketika melihat kapal mereka di perairan Jepang.

Doa-doa ini berakar pada kutukan yang awalnya digunakan untuk melawan penjajah Mongol. Hubungan antara pertahanan Jepang dan perlawanan terhadap invasi Mongol tetap ada, terbukti dalam peristiwa tahun 1945.

Selama risiko invasi asing yang akan segera terjadi, upaya terakhir yang dilakukan oleh pilot bunuh diri, yang juga dikenal sebagaikamikazepada Perang Dunia II. Para pilot menjalankan semangat yang sama dengankamikazeatau angin ilahi ketika ketika melawan invasi Mongol. hay/I-1

Baca Juga: