SINGAPURA - Seorang pelaku perjalanan yang transit melalui Singapura menuju Australia telah dites positif terjangkit cacar monyet minggu lalu. Demikian keterangan Kementerian Kesehatan Singapura, Senin (6/6).

Mengutip Kementerian, Channel News Asia melaporkan, Senin (6/6), pria tersebut berangkat dari Barcelona pada 1 Juni dan tiba di Bandara Changi esok harinya. Dia tetap berada di area transit di Bandara Changi hingga keberangkatannya ke Sydney di hari yang sama.

Orang tersebut tiba di Sydney pada 3 Juni dimana ia dites positif terjangkit penyakit tersebut. Di Bandara Changi, dia tidak mengunjungi area mana pun, kata Kementerian.

"Karena orang ini tidak masuk ke Singapura atau berinteraksi dengan siapa pun, maka tidak ada risiko penularan yang signifikan saat ini," kata Kementerian.

"Namun demikian, sebagai langkah kehati-hatian, kami melakukan pelacakan kontak untuk dua penerbangan yang terdampak serta orang-orang yang mungkin melakukan kontak dengan yang bersangkutan di area bandara."

Hasilnya, Kementerian mengatakan tidak ada kontak dengan siapapun. Dengan begitu, tak perlu ada karantina.

"Namun, kami memasukkan 13 orang yang mungkin melakukan kontak dengan yang bersangkutan dalam pengawasan telepon selama 21 hari."

"Orang-orang dalam pengawasan tersebut akan menerima panggilan telepon setiap hari untuk memastikan kondisi kesehatannya sampai akhir periode pengawasan."

"Mereka harus melaporkan gejala yang mengarah ke infeksi cacar monyet. Mereka akan diperiksa secara medis dan dibawa ke Pusat Nasional Penyakit Infeksi untuk evaluasi selanjutnya."

Singapura terakhir kali mendeteksi kasus cacar monyet pada 2019. Seorang pria Nigeria berusia 38 tahun tiba di Singapura pada 28 April 2019 dan dites positif penyakit tersebut pada 8 Mei tahun yang sama.

Pria tersebut pulih dan dipulangkan dari Pusat Nasional Penyakit Infeksi pada 24 Mei 2019.

Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengatakan pada 28 Mei bahwa Singapura seharusnya tidak terkejut jika cacar monyet terdeteksi di Singapura. Karena orang-orang melakukan perjalanan ke mana-mana dan negara ini merupakan pusat perdagangan dan internasional.

"Bersyukur kita memiliki protokol dan langkah-langkah kesehatan publik yang dibutuhkan, karena dipicu oleh kasus impor tahun 2019 itu,'" kata Ong dalam sebuah unggahan di Facebook.

"Cacar monyet sangat tidak mungkin menjadi pandemi seperti Covid-19. Penyakit ini kebanyakan ditularkan melalui kontak fisik, bukan melalui udara seperti Covid-19 yang ditularkan lebih cepat dan lebih luas."

"Contohnya, jika Anda sangat dekat dengan seseorang dengan luka ruam karena cacar monyet, Anda bisa terinfeksi."

Masa inkubasinya satu hingga tiga minggu. Gejalanya dapat berakhir hingga dua atau empat minggu, katanya. Gejalanya meliputi demam, kedinginan, sakit kepala, nyeri otot, juga bengkak bening dan ruam.

Orang dengan "ruam baru yang tidak bisa dijelaskan", bahkan jika mereka tidak melakukan perjalanan, harus segera memeriksakan diri ke dokter. Sehingga diagnosa dapat ditegakkan dan perawatan dapat diberikan, katanya.

Kementerian Kesehatan New South Wales mengatakan Sabtu lalu, pihaknya telah mengidentifikasi empat kasus cacar monyet di negaranya, dan kemungkinan satu kasus lagi.

Pihaknya telah melakukan pelacakan kontak, namun investigasi hingga hari ini belum mengidentifikasi orang-orang yang berisiko tinggi di negara bagian Australia itu.

"Cacar monyet tidak menimbulkan risiko penularan ke komunitas secara umum. Sampai saat ini belum ada infeksi yang dicari para petugas medis pada pasien-pasien mereka," kata Kementerian Kesehatan NSW.

Sekitar 780 kasus cacar monyet dilaporkan di 27 negara non-endemik, kata WHO pada Senin. Namun level risiko global masih moderat.

WHO mengatakan, 780 orang tersebut, untuk kasus dari 13 Mei hingga 2 Juni, mungkin kecil dikarenakan terbatasnya informasi laboratorium dan epidemiologis.

"Sangat mungkin negara-negara lain akan menemukan kasus dan virus akan terus menyebar," kaya WHO.

Beberapa orang dilaporkan telah dirawat, di luar dari pasien yang telah diisolasi. Negara-negara yang telah melaporkan kasus ini antara lain Inggris, Jerman, Spanyol, Portugal, dan Kanada.

Baca Juga: