Seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang baik pernah terjadi tahun 2005. Ketika itu, sistem seleksi terpusat di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Seleksi administrasi, tes tertulis, psikotes dan wawancara, sampai pengumuman kelulusan, seluruhnya ditangani tim terpusat.

Pada tahun-tahun berikutnya, semangat objektivitas dan transpransi tampak memudar dalam seleksi CPNS. Intervensi pejabat berbagai jenjang untuk kepentingan keluarga dan pribadi kembali unjuk gigi. Terjadi sedikit perbaikan pada seleksi tahun 2014 Sistem penerimaan CPNS sebelum tahun 2005 paling amburadul, sarat KKN karena memberlakukan sistem desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, pemda mempunyai kewenangan hampir paripurna.

Pada sistem tersebut marak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) kementerian dan lembaga (K/L) dan pemda. Kementerian dan lembaga negara, pemerintah daerah (K/L, pemda) memperoleh kemerdekaan hampir penuh merekrut, seluruh tahapan seleksi, hingga penentuan kelulusan secara mandiri atau otonom. BKN hanya menerima laporan putusan akhir, lalu mengeluarkan Nomor Induk Pegawai Negeri Sipil (NIP).

Seleksi CPNS tahun 2005 unsur objektivitas dan transparansi mendapat perhatian serius. Pemerintah memperoleh CPNS, tanpa intervensi pejabat K/L dan pemda. September 2017, pemerintah membuka kembali lowongan CPNS dengan 17.928 lowongan. Akan ada puluhan ribu pelamar. Moratorium penerimaan CPNS sejak 2015 telah dicabut.

Lowongan yang tersedia untuk sarjana cum laude, putra-putri asal Papua dan Papua Barat, juga difabel. Perlakuan khusus dengan persyaratan tertentu diberlakukan bagi tiga kategorial tersebut. Masyarakat luas, terutama para calon, berharap seleksi berlangsung objektif, transparan, tak ada intervensi pejabat K/L dan pemda.

Intervensi seleksi akan merugikan bangsa. Praktik KKN bisa menyingkirkan yang bagus. Yang lolos tidak berkualitas. Tahapan seleksi harus berlangsung bersih agar yang lolos manusia muda andal, pintar, kompeten dan integritas. Pemerintah berharap memperoleh calon terbaik sebagai birokrasi negara yang jujur, bersih, dan bekerja keras.

Pelayanan masyarakat semakin baik dan cepat. Ada 4,4 juta PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI/Polri saat ini menghabiskan sekitar 41 persen APBN tiap tahun. Jumlah itu mendekati setengah total APBN tiap tahun. Kinerja PNS masih mengecewakan. Korupsi penyelenggara negara tetap marak hingga kini.

Distanstif

Pada seleksi 2014, putri Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu, menjadi pembicaraan berbagai pihak karena gagal menjadi PNS. Kahiyang tes masuk pemerintah Kota Surakarta. Masyarakat menyaksikan tidak ada hak istimewa dalam tes CPNS. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (saat itu), Yuddy Chrisnandi, menanggapi, putri seorang Presiden saja bisa kandas menjadi CPNS atau calon ASN karena proses seleksi begitu ketat, objektif, dan transparan.

Becermin dari kasus Kahiyang, anak orang nomor satu negeri ini tidak lulus tes CPNS menjadi isyarat penting kepada para pejabat Kementerian PAN dan RB, BKN, K/L dan pemda. Ini khususnya yang terlibat dalam manajemen kepegawaian, terutama tes CPNS 2017 agar tidak intervensi seleksi. Biarkan proses seleksi berjalan alamiah, seturut mekanisme dan prosedural. Pejabat seharusnya selalu menunjukkan performa yang distanstif, atau menjaga jarak.

Kedudukan sebagai pejabat mutlak mengait dengan berbagai peraturan perundangundangan dan tanggungjawab etis seorang pejabat. Melanggar peraturan maka pejabat bersangkutan salah, terkena penalti atau hukuman. Pejabat bukan penguasa dalam lingkungan suatu lembaga formal yang berada dalam pengelolaannya.

Urusan dinas jangan atau tidak boleh dicampuraduk dengan urusan keluarga atau pribadi pejabat mana pun. Urusan kedinasan berada dalam keteraturannya sendiri. Kepentingan pribadi yang minta untuk diformalkan menjadi dinas bisa dicap sebagai perbuatan nista seorang pejabat. Hal seperti ini tidak pernah disadari dengan baik oleh banyak oknum pejabat.

Konsekuensinya jelas, terjadi berbagai pelanggaran, termasuk membisniskan jabatan, dan tindak koruptif. Padahal kewenangan pejabat simpel saja, mengakses dan mengikuti perundangan formal. Pejabat tidak bisa memiliki kesewenangan seperti dipertontonkan oknum pejabat yang secara salah kaprah menampilkan diri sebagai penguasa.

Misalnya, memanfaatkan aset/ uang negara untuk urusan pribadi atau keluarga atau memafaatkan jabatan untuk mengintervensi proses dan hasil tes CPNS. Pejabat hanya bisa menentukan tentang sesuatu urusan kedinasan sesuai dengan limitasi dan distansi peraturan formal yang melingkupinya. Dia harus menaatinya.

Sikap Presiden Joko Widodo yang tidak membantu Kahiyang agar bisa lulus tes CPNS itu moderasi sebagai pejabat negara yang berkedudukan sebagai Kepala Negara. Jika menggunakan kekuasan, hasil tes Kahiyang berbeda. Moderasi artinya penguasaan diri. Presiden Jokowi mampu menguasai diri, tidak berperilaku penguasa sebagai Presiden RI.

Moderasi tidak dapat dipisahkan dari distansi. Menguasai diri juga berarti kesanggupan menjaga jarak. Masyarakat dan terutama peserta seleksi CPNS berharap Presiden tegas menjadi contoh agar Menpan dan RB, BKN juga berani bertindak sama dalam mengawal seleksi CPNS 2017. Birokrasi negara akan berperan prima dalam pelayanan publik ditentukan mutu aparatur, PNS.

Penyelenggara negara seperti PNS dijamin bersih, berkualitas, profesional dalam melayani publik diawali prosedural seleksi yang objektif, transparan, dan jauh dari KKN.

Abraham Fanggidae, Pensiunan Pembina Utama (IV/e) Kementerian Sosial

Baca Juga: