Pemerintah telah mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2017 yang di antaranya berisi proyeksi pencapaian defisit anggaran sebesar 2,92 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar 397,2 triliun rupiah. Defisit anggaran tersebut melebar dari proyeksi yang tercantum dalam APBN 2017 sebesar 2,41 persen terhadap PDB atau hampir mendekati batas yang diperkenankan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu tiga persen terhadap PDB.

Perkiraan defisit anggaran tersebut berasal dari target pendapatan negara dalam RAPBNP 2017 sebesar 1.714,1 triliun rupiah atau mengalami penurunan dari target APBN sebesar 1.750,5 triliun rupiah. Pendapatan tersebut terdiri atas target penerimaan perpajakan sebesar 1.450,9 triliun rupiah dan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar 260,1 triliun rupiah.

Adapun pagu belanja negara dalam RAPBNP 2017 diproyeksikan mencapai 2.111,4 triliun rupiah atau mengalami kenaikan dari pagu APBN sebesar 2.080,5 triliun rupiah. Belanja negara itu terdiri atas pagu belanja pemerintah pusat sebesar 1.351,6 triliun rupiah serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar 759,8 triliun rupiah.

Belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari belanja Kementerian Lembaga sebesar 773,1 triliun rupiah dan belanja non Kementerian Lembaga sebesar 578,5 triliun rupiah. Belanja nonkementerian lembaga naik 26,5 triliun rupiah dari APBN karena ada kenaikan subsidi 22,1 triliun rupiah, kenaikan hibah 3,3 triliun rupiah dan kenaikan belanja lain-lain 5,7 triliun rupiah. Pemerintah sendiri mengungkapkan ada sejumlah pos belanja yang membutuhkan suntikan anggaran tambahan.

Tambahan dibutuhkan untuk anggaran subsidi sektor energi, anggaran pengembangan proyek infrastruktur, dan anggaran pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak pada 2018 dan pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Selain itu, pemerintah juga perlu menambah bobot anggaran untuk perhelatan kompetisi olahraga negara-negara di kawasan Asia, Asian Games 2018 dan menyelesaikan target sertifikasi lahan yang mencapai lima juta hektare di tahun ini.

Untuk menutup defisit anggaran sebesar 397,2 triliun rupiah, pemerintah menargetkan pembiayaan utang sebesar 461,3 triliun rupiah atau meningkat dari target pembiayaan dalam APBN sebesar 384,7 triliun rupiah. Lagi-lagi, pemerintah masih mengandalkan utang untuk manambal defisit itu. Padahal hingga Mei 2017, utang pemerintah telah mencapai 3.672,33 triliun rupiah.

Artinya, utang pemerintah akan terus bertambah selama pengelolaan anggaran tetap defisit. Peningkatan defisit APBN berdampak pada meningkatnya kebutuhan pembiayaan atau utang pemerintah. Padahal, biaya untuk menerbitkan utang pada semester kedua diproyeksi akan meningkat seiring dengan rencana Bank Sentral AS, The Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga acuannya.

Dengan kata lain, kalau pemerintah terlalu banyak menerbitkan utang juga dikhawatirkan dapat menimbulkan crowding out atau perebutan dana di pasar dengan perbankan. Kondisi tersebut dapat membuat perbankan kesulitan likuiditas dan memilih untuk menaikkan bunganya. Pemerintah sebaiknya tak mengerek defisit APBN.

Pasalnya, pemerintah perlu memperhatikan jumlah utang Indonesia dan porsinya terhadap PDB. Memang, rasio masih terjaga, investor juga masih percaya dengan surat utang negara. Tapi, jangan sampai membuang-buang uang dari utang. Dibanding menaikkan defisit APBN, pemerintah sebaiknya memangkas belanja negara berdasarkan realisasi belanja.

Lebih dari itu, pemerintah juga sebaiknya memprioritaskan penerimaan dari dalam negeri. Di sinilah peran sektor produktif, seperti ekspor agar ditingkatkan lagi. Target pasar baru harus dibuka demi mendapatkan devisa.

Baca Juga: