MALANG - Pelaku usaha perlu melakukan penyesuaian setelah Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Namun, kondisi tersebut sepertinya sulit dilakukan.

Ekonom Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Nugroho Suryo Bintoro, mengatakan langkah pemerintah untuk menurunkan harga BBM non-subsidi tersebut patut diapresiasi karena menyesuaikan dengan harga pasar. Nugroho menjelaskan dengan penurunan harga BBM nonsubsidi tersebut, pemerintah tengah berupaya melakukan stabilisasi harga yang dalam kurun waktu jangka panjang akan menciptakan ketahanan ekonomi.

"Karena itu, dengan penurunan harga yang dilakukan oleh pemerintah tersebut, juga diharapkan ada langkah penyesuaian dari para pelaku usaha di Indonesia, meskipun hal itu sedikit sulit dilakukan," ujar Nugroho, Rabu (4/1).

Menurutnya, dengan ketahanan ekonomi tersebut, pada saat ada kenaikan harga BBM nonsubsidi ke depan, pelaku usaha tidak serta-merta menaikkan harga. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya pada saat terjadi penurunan harga.

Rantai Distribusi

Dia menilai penurunan harga BBM nonsubsidi tersebut juga akan berdampak terhadap rantai distribusi kebutuhan primer. Dia meyakini harga komoditas penting tersebut dalam waktu dekat akan mengalami penyesuaian harga.

"Ini akan membantu, terutama untuk pasokan kebutuhan primer. Distribusi dari petani kepada pengepul, pengepul ke distributor. Ini yang saya yakin bisa segera menyesuaikan," ujarnya.

Selain itu, penurunan harga BBM nonsubsidi tersebut juga akan memberikan kontribusi terhadap sektor pariwisata, terutama untuk mobilitas masyarakat. Memang untuk mobilitas primer seperti pekerja, selama ini tidak terganggu.

Kementerian BUMN, pada 3 Januari 2022 resmi mengumumkan penurunan harga bahan bakar minyak jenis pertamax (RON 92) Pertamina dari sebelumnya 13.900 rupiah per liter menjadi 12.800 rupiah per liter. Harga pertamax turbo (RON 98) turun dari 15.200 rupiah per liter menjadi 14.180 rupiah per liter.

Baca Juga: