» Secara tahunan pada Desember 2022, seluruh kota Indeks IHK mengalami inflasi.

» Pencabutan PPKM juga memicu demand pull atau inflasi dari sisi permintaan.

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sepanjang tahun 2022 mencapai 5,51 persen atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 107,66 pada Desember 2021 menjadi 113,59 pada Desember 2022.

"Inflasi tahunan terbesar berasal dari kelompok transportasi dengan inflasi 15,26 persen, memberikan andil sebesar 1,84 persen terhadap inflasi 2022," kata Kepala BPS, Margo Yuwono, di Jakarta, Senin (2/1).

Margo menyebut komoditas penyumbang inflasi secara tahunan tertinggi, antara lain bensin, bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan udara, berasa, rokok kretek filter, telur ayam ras, dan harga kontrak rumah.

"Secara tahunan pada Desember 2022 seluruh kota Indeks IHK mengalami inflasi, dengan inflasi tertinggi terjadi di Kotabaru sebesar 8,65 persen dan terendah di Sorong sebesar 3,26 persen," katanya.

Dilihat menurut komponen, pada Desember 2022, tekanan inflasi tahunan komponen harga bergejolak menunjukkan pelemahan dibanding bulan sebelumnya yakni dari 5,70 persen menjadi 5,52 persen atau menyumbang terhadap inflasi pada Desember 2022 sebesar 0,05 persen.

Sebaliknya, peningkatan inflasi komponen inti dan diatur pemerintah mendorong inflasi tahunan Desember 2022 mencapai 5,51 persen atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 5,42 persen.

Komponen harga diatur pemerintah mengalami inflasi tahunan sebesar 13,34 persen pada Desember 2022 atau lebih tinggi dibandingkan November 2022 dengan inflasi 13,01 persen.

"Komponen ini memberikan andil terbesar dari inflasi tahunan Desember 2022 sebesar 2,36 persen," kata Margo sebagaimana dikutip Antara.

Sementara itu, komponen inti mengalami inflasi 3,36 persen atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 3,30 persen sehingga komponen ini menyumbang inflasi 2,20 persen,

Inflasi tertinggi di Pulau Sumatera sepanjang 2022 terjadi di Bukittinggi dengan inflasi 7,76 persen, di Pulau Jawa terjadi di Bandung sebesar 7,45 persen, dan di Bali serta Nusa Tenggara terjadi di Kupang dengan inflasi 7,07 persen.

Berharap BBM Turun

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan inflasi yang cukup tinggi akan bertahan setidaknya sampai tahun 2023. Beberapa faktor perlu diwaspadai.

Gejala harga minyak mentah masih tinggi di 80 dollar AS per barel terpengaruh larangan ekspor minyak Russia ke negara G7 terutama Eropa.

"Masyarakat tentu berharap harga BBM (bahan bakar minyak) akan turun, tetapi situasi di pasar energi masih belum menentu. Inflasi pangan pun harus diwaspadai," kata Bhima.

Data organisasi pangan dunia (FAO) menunjukkan indeks harga beras rata-rata internasional mencapai 114,6 atau konsisten naik sejak 2021. Di mana-mana terjadi krisis pangan maka pemerintah perlu intervensi tata niaga dan hulu pertanian sehingga stok pangan terjamin sampai akhir 2023.

Pencabutan PPKM juga memicu demand pull atau inflasi dari sisi permintaan. Makin banyak masyarakat belanja di luar rumah, semakin tinggi dorongan inflasi.

"Jangan sampai inflasi yang bertahan tinggi bisa sebabkan penambahan jumlah orang miskin baru," ucap Bhima.

Senada dengan Bhima, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengingatkan inflasi inti berpotensi menguat seiring pencabutan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

"Inflasi inti diprediksi akan terus menguat seiring dengan keputusan pemerintah untuk mencabut kebijakan PPKM, yang selanjutnya akan mendorong mobilitas masyarakat dan permintaan," kata Faisal dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin.

Selain itu, naiknya inflasi inti juga akan didorong oleh meningkatnya harga emas pada periode perlambatan ekonomi global dan normalisasi moneter (tapering-off) yang sedang berlangsung.

Baca Juga: