JAKARTA - Industri sektor jasa keuangan harus siap menghadapi the perfect storm atau badai sempurna yang menimpa perekonomian dunia. Karena itu, langkah proaktif pelaku jasa keuangan sangat diperlukan untuk meminimalkan dampak risiko global tersebut.

"Kesiapan sektor jasa keuangan Indonesia di pihak industri, regulator dan policy maker dalam menghadapi potensi the perfect storm penting," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, dalam "Top 100 CEO's and The Next Leader Forum 2022" di Jakarta, Rabu (23/11).

Mahendra menjelaskan saat ini dunia sedang mengalami new uncertainty complex yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat beberapa masalah. Pertama, adanya eskalasi tekanan politik hingga mempengaruhi global value chain dan sistem logistik.

Kedua, agresivitas normalisasi kebijakan the Fed memicu inflasi tinggi dan pengetatan likuiditas. Masalah ketiga adalah lesunya perekonomian negara-negara maju yang menuju resesi.

Menurut Mahendra, down side risk tersebut dapat membawa perekonomian dunia masuk ke dalam jurang resesi bahkan terjadi stagflasi tahun depan.

Likuiditas global pun turut diperkirakan lebih tertekan sehingga memicu tingginya volatilitas di sektor keuangan. Bahkan, Financial Stability Board (FSB) menggarisbawahi bahwa dalam beberapa bulan terakhir terjadi peningkatan risiko sistemik yang berasal dari industri keuangan non bank.

Terlebih lagi, situasi yang mendorong krisis fiskal dan politik di Inggris, bangkrutnya pasar kripto FTX dan produk kripto FTT maupun krisis obligasi korporasi di Korea Selatan adalah beberapa contoh yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Menghadapi kondisi tersebut, Mahendra meminta para pelaku sektor jasa keuangan, termasuk perbankan, bisa proaktif dalam menghadapi krisis global saat ini. "Dibutuhkan kepemimpinan yang proaktif dan kolaboratif dari para CEO dan pimpinan bank maupun perusahaan jasa keuangan," katanya.

Efektivitas Kebijakan

Mahendra menuturkan para pelaku sektor jasa keuangan juga harus ikut merumuskan dan menerapkan berbagai strategi kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK ke dalam strategi bisnis perusahaan.

Hal itu lantaran kunci efektivitas kebijakan di sektor jasa keuangan yang ditetapkan OJK dalam rangka menghadapi situasi krisis adalah adanya dukungan penuh para pemangku kepentingan, khususnya pelaku sektor jasa keuangan.

Dia memastikan OJK sendiri akan senantiasa berada di garda terdepan, termasuk melalui koordinasi dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Untuk menghadapi tantangan, kata dia, harus disiapkan amunisi yang lengkap, tepat, dan terukur, yaitu di antaranya dengan effective policy framework dan pre-emptive policy tools.

Langkah itu dapat dilakukan melalui pelaksanaan assessment seperti stress test berkala baik kepada individu lembaga jasa keuangan maupun industri atau sektor lain.

Baca Juga: