Kepala Sekolah Adat Osing Pesinauan, Banyuwangi, Slamet Diharjo, menceritakan pengalamannya menggali nilai tradisi dan ekonomi dari ilalang. Pemuda yang gemar mengendarai motor trail ini pertama kali bersentuhan dengan pemanfaatan ilalang adalah ketika diminta merenovasi petilasan dan makam Buyut Seni pada 2019.
BANYUWANGI - Kepala Sekolah Adat Osing Pesinauan, Banyuwangi, Slamet Diharjo, menceritakan pengalamannya menggali nilai tradisi dan ekonomi dari ilalang. Pemuda yang gemar mengendarai motor trail ini pertama kali bersentuhan dengan pemanfaatan ilalang adalah ketika diminta merenovasi petilasan dan makam Buyut Seni pada 2019.
"Saat itu atap makam menggunakan daun kelapa. Tapi ada pesan dari keluarga untuk menggunakan ilalang. Dari situ saya sadar bahwa ilalang punya keunggulan dan nilai ekonomi juga," ujar Slamet yang karib disapa Cak Sul, saat Workshop Rancang Ilalang, di Banyuwangi, Minggu (7/7).
Pria yang berprofesi sebagai guru seni tari ini mengatakan, tidak sulit menemukan ilalang yang tumbuh di Banyuwangi. Beberapa lokasi yang kerap jadi tempat mencari ilalang seperti area perumahan, pesawagan, dan hotel.Dia menambahkan, biasanya ilalang dibiarkan tumbuh liar begitu saja. Tidak jarang ilalang yang menjadi hama kemudian dibakar sehingga mengganggu lingkungan sekitar.
"Kalau mau cari ilalang yang bagus itu ada di gunung. Tapi untuk sementara kita tidak ke sana kareana aksesnya sulit juga. Jadi kita cari ke perumahan dan galengan sawah," jelasnya.
Cak Sul menerangkan, ketika momen Pandemi Covid-19 banyak sekali pesanan untuk proses pembuatan atap ilalang. Adapun saat ini sudah banyak hotel, rumah makan, dan makam yang menggunakan atap ilalang produksi Sekolah Adat Osing.
"Saat pandemi kita bahkan pernah menerima sampai 5000 pesanan pembuatan atap. Sekarang sudah banyak juga yang menggunakan atap dari kita"" tuturnya.
Praktisi Anyaman Ilalang, Budi Hartono, mengatakan, ilalang yang bisa dimanfaatkan baik untuk pembuatan atap maupun interior dan aksesoris berumur 1 tahun dengan tinggi 120 cm. Adapun untuk harga, menyesuaikan bangunan serta proses pembuatannya.
"Ukuran 2 meter 15 ribu, kebutuhan berapa saya itung. Samakin rapat semakin lama," katanya.
Cak Budi yang rekan Cak Samsul ini mengatakan, pemanfaatan ilalang juga berguna bagi pemasukan tambahan ibu-ibu dan bapak-bapak sebagai penganya. dan pengarit ilalang. Adapun tantangan dalam produksi atap ilalang ini yaitu usia para pembuatnya.
"Maunya produksi terus, tapi penganyam sudah berumur. Kita tidak bisa seperti pabrik. Jadi untuk upah itu full borongan. Mau kapan tergantung mereka. Saya tidak paksa. Pengrajin terbatas harus kita rawat mereka supaya nyaman," ucapnya.
Mitos Ilalang
Sementara itu, Juru Kunci Pesarean Buyut Cungking, Jam'i Abdul Gani, mengatakan, Ilalang merupakan simbol kebersamaan Masyarakat Osing. Rumah masyarakat Osing dulunya beratapkan ilalang.
"Dalam masyarakat adat Osing, ilalang dikenal dengan nama lalang yang secara filosofis mengandung makna "ilang alangne" (hilangnya halangan atau rintangan)," terangnya.
Dia menambahkan, dalam prosesnya mulai dari pengambilan bahan ilalang dan pemasangannya dilakukan secara bersama.bIlalang sebagai simbol nilai kebersamaan tersebut masih bisa dilihat pada proses penggantian atap ilalang di Kandapan dan Bale Tajug.
"Saat ini hal tersebut masih bisa dilihat di dalam Tumpeng Serakat dan Peras Pikul sebagai sarana ritual tolak balak (penolak keburukan)," sebutnya.