Sekjen PBB kembali berkunjung ke Ukraina. Pada kunjungan kali ini, Antonio Guterres akan membahas kelanjutan Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam bersama Presiden Ukraina,  Volodymyr Zelenskyy.

NEW YORK - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (7/3) mengumumkan bahwa Sekjen PBB, Antonio Guterres, tiba di Ukraina untuk bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy, dalam perjalanan ketiganya sejak invasi besar-besaran Russia.

"Guterres saat ini berada di Ukraina," kata wakil juru bicara Farhan Haq kepada wartawan, setelah para pejabat PBB sebelumnya mengatakan sekretaris jenderal telah tiba di Polandia dalam perjalanan ke Kyiv.

Guterres dijadwalkan tiba di ibu kota Ukraina pada Selasa malam sebelum bertemu dengan Zelenskyy Rabu (8/3) pagi, menurut kantornya. Dia akan meninggalkan Ukraina hari itu dan kembali ke markas besar PBB di New York pada Kamis (9/3).

"Kami akan memberi Anda perincian diskusi yang dia lakukan dengan presiden Ukraina setelah itu terjadi," kata Haq, menambahkan bahwa tidak ada kunjungan ke Moskwa direncanakan setelah kunjungan ke Kyiv.

Guterres menurut Haq akan bertemu Zelenskyy untuk membahas kelanjutan Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam (skema ekspor biji-bijian) dalam semua aspeknya, serta masalah terkait lainnya.

Tidak ada informasi substantif lebih lanjut yang diberikan tentang kunjungan yang ketiga oleh Guterres tersebut setelah perjalanan ke Ukraina pada April dan Agustus tahun lalu setelah invasi Russia pada 24 Februari 2022.

Buka Blokir

Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB yang diadakan pada peringatan dimulainya perang, Guterres mengecam invasi tersebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam PBB dan hukum internasional.

"Invasi itu telah menyebabkan kematian, kehancuran, dan pengungsian yang meluas," kata Guterres kepada dewan beranggotakan 15 negara, yang termasuk anggota tetap Russia, seraya mengatakan kehidupan bagai neraka saat ini dirasakan oleh rakyat Ukraina.

Guterres mengatakan lebih dari delapan juta orang Ukraina telah melarikan diri ke bagian lain Eropa, dan 5,4 juta lainnya harus mengungsi. "Setengah dari anak-anak Ukraina telah dipaksa meninggalkan rumah mereka, dan menghadapi risiko kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi yang lebih tinggi," kata dia kepada Dewan Keamanan PBB bulan lalu.

Hasil voting Majelis Umum PBB pada akhir Februari lalu menuntut agar Russia menarik pasukannya dari Ukraina. Sayangnya tuntutan DK PBB itu bersifat simbolis dan tidak mengikat apalagi Russia memiliki hak veto.

Selama setahun terakhir, Guterres secara teratur menawarkan untuk bertindak sebagai mediator antara Kyiv dan Moskwa jika kedua belah pihak ingin memulai dialog.

Baca Juga: