JAKARTA - Sejumlah wilayah di Indonesia belum terbebas dari kusta. Prevalensi kusta di wilayah tersebut masih lebih dari 1 per 10.000 penduduk.

Direktur Pencegahan Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Wiendra Waworuntu, menyebutkan sejumlah daerah seperti Jawa bagian timur, Sulawesi, Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara memiliki angka prevalensi kusta di atas rata-rata nasional. Sebagai informasi, angka prevalensi kusta di Indonesia saat ini 0,71 per 10.000 penduduk dengan total 18.248 kasus terdaftar.

"Meskipun demikian, bukan berarti kasus tidak ditemukan di provinsi lainnya," kata Wiendra dalam Temu Media dalam rangka Hari Kusta Sedunia Ke-65 di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Selasa (30/1).

Hari Kusta Sedunia diperingati setiap hari Minggu pada pekan terakhir di bulan Januari. Ia berharap kasussemakin sedikit, dan semakin hilang. "Meski tidak dimungkiri bahwa kusta masih ada, tetapi catatannya adalah jangan sampai ada penularan (kasus baru) dan penderita kusta jangan sampai cacat. Itu upaya kita," terang Wiendra.

Sebagian besar masyarakat Indonesia sudah banyak yang tidak lagi mengenal penyakit kusta. Padahal, penyakit kusta belum hilang. Penyakit tua ini masih ada hingga saat ini di negara kita.

Deteksi Lambat

Ketua Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski), Sri Linuwih Susetyo Wardhani Menaldi, menyatakan penyakit kusta lebih sering ditemukan terlambat karena masyarakat sering kali mengabaikan tanda dan gejalanya.

Menurut dokter yang akrab disapa Dini ini, gejala penyakit kusta adalah keberadaan bercak putih atau merah di kulit. Bercak tersebut tidak gatal, tidak nyeri, tetapi baal (kurang rasa atau mati rasa). Bercak sering kali ditemukan di bagian siku karena ada syaraf yang dekat dengan permukaan kulit, ada pula bercak yang ditemukan di sekitar tulang pipi (wajah), telinga, atau bahu (badan).

Selain itu, ada penderita yang menunjukkan gejala berupa bintil kemerahan yang tersebar. Ada pula yang gejalanya kulit sangat kering (tidak berkeringat) dan rambut alis rontok sebagian/seluruhnya.

Sebagian besar penderita pada awalnya tidak merasa terganggu. Meski kadang disertai kesemutan, nyeri sendi dan demam hilang timbul, bila mengalami reaksi. "Karena tidak merasa sakit, tidak gatal, penderita cenderung abai. Padahal, penyakit berlangsung terus, berpotensi menularkan dan menimbulkan kecacatan," ungkap Dini.

Dini menambahkan, keberadaan penderita kusta yang belum mengonsumsi obat kusta atau berobat tidak teratur merupakan sumber penularan. Penderita bisa menularkan kuman melalui percikan cairan pernapasan, maupun kontak melalui kulit yang luka.

"Cara penularannya seperti tuberkulosis, namun lebih sulit menular dibanding tuberkulosis karena harus melakukan kontak dalam waktu yang cukup lama (durasi panjang) dengan penderita," paparnya.cit/E-3

Baca Juga: