Energi alternatif telah banyak dikembangkan di berbagai negara untuk menggantikan penggunaan energi dari bahan bakar fosil yang kotor. Bahan bakar fosil yang telah digunakan lebih dari seratus tahun untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia harus ditinggalkan karena menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan. Berbagai dampak negatif dari bahan bakar fosil seperti masalah lingkungan dan kesehatan manusia membuat banyak negara mulai beralih ke energi alternatif.
Sementara itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki wacana untuk menggunakan energi nuklir sebagai pengganti pembangkit listrik yang ada saat ini. Wacana yang diharapkan bisa berlangsung mulai 2045 ini menjadi kabar baik, khususnya bagi penggiat lingkungan di Indonesia. Kehadiran sejumlah energi alternatif lain seperti energi surya, panas bumi, hingga angin tampaknya bisa jadi pilihan alternatif selain energi nuklir.
Energi surya
Matahari atau surya merupakan sumber energi paling besar yang ada di lingkungan kita. Paparan sinar Matahari telah ribuan tahun dimanfaatkan untuk menumbuhkan tanaman, menjaga tubuh tetap hangat, hingga mengeringkan makanan. Mengutip dari The National Renewable Energy Laboratory, energi dari Matahari yang sampai ke Bumi dalam satu jam lebih besar dari energi yang dihabiskan semua orang dalam rentang waktu satu tahun.
Sekarang ini penggunaan panel surya telah umum digunakan untuk menghangatkan rumah atau kantor, menghangatkan air, atau menjadi sumber energi. Sel Photovoltaic atau PV dibuat dari silikon atau beberapa material yang dapat mengubah sinar Matahari menjadi listrik. Listrik ini kemudian didistribusikan ke rumah atau kantor untuk pemenuhan kebutuhan listrik.
Dari 'solar farms' atau lahan panel dalam jumlah besar dapat memproduksi listrik yang mencukupi kebutuhan ribuan rumah. Pembuatan solar farms bisa dibuat di darat maupun di atas media air. Pada media air, panel surya dibuat terapung di permukaan air. Energi surya tidak memproduksi gas polutan atau gas rumah kaca. Namun solar panel memberikan beberapa dampak lingkungan saat proses manufakturnya.
Energi angin
Beberapa negara maju telah memakai energi angin sebagai sumber pemenuhan kebutuhan listrik. Indonesia sendiri saat ini telah memiliki dua pembangkit listrik tenaga angin di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Jeneponto.
Sebelumnya pembangkit listrik energi angin menggunakan sebuah kincir angin, namun perkembangan teknologi membuat kincir ini bertransformasi menjadi turbin yang tingginya bisa setingkat dengan gedung pencakar langit. Turbin tersebut lantas digerakkan oleh angin yang berhembus dan memproduksi listrik.
Energi panas bumi
Inti bumi panasnya sama seperti permukaan matahari, karena peluruhan lambat partikel radioaktif di wilayah bebatuan di pusat planet ini. Pengeboran sumur dalam membawa air dari bawah tanah yang sangat panas ke permukaan sebagai sumber daya hidrotermal, yang kemudian dipompa melalui turbin untuk menghasilkan listrik.
Perlu diketahui, pembangkit listrik tenaga panas bumi biasanya memiliki emisi rendah jika mereka memompa uap dan air yang mereka gunakan kembali ke reservoir atau penampungan. Ada cara untuk membuat pembangkit panas bumi di mana tidak ada reservoir bawah tanah, namun ada kekhawatiran hal ini dapat meningkatkan risiko gempa bumi di daerah yang sudah dianggap sebagai titik rentan geologis.
Energi ombak
Dalam konversi energi dari pasang surut dan ombak air laut masih pada tahap pengembangan. Namun lautan yang selalu berinteraksi dengan gravitasi bulan menjadikan pemanfaatan fenomena ini menjadi sebuah energi sebagai pilihan yang menarik. Dengan menggunakan seperangkat generator, pergerakan pasang surut dan ombak disebut dapat dikonversikan menjadi energi listrik.
Beberapa pendekatan energi pasang surut dapat membahayakan satwa liar, seperti benteng pasang surut yang bekerja seperti bendungan dan terletak di teluk laut atau laguna. Seperti tenaga pasang surut, tenaga gelombang bergantung pada struktur seperti bendungan atau perangkat yang berada di dasar laut.