Data ekonomi yang riil dari daerah dapat membantu pemerintah pusat untuk merumuskan solusi ekonomi yang tepat bagi seluruh masyarakat.
DEPOK - Pemerintah hendaknya dapat menjaga data riil ekonomi hingga ke daerah untuk menjaga stabilitas ke depan. Hal ini diperlukan karena saat ini ada sejumlah daerah yang diduga memanipulasi data inflasi di daerah.
"Saat ini ada sejumlah daerah yang diduga memanipulasi data inflasi di daerah. Padahal, data ekonomi yang riil dari daerah dapat membantu pemerintah pusat untuk merumuskan solusi ekonomi yang tepat bagi seluruh masyarakat," kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teguh Dartanto, di Depok, Jawa Barat, Kamis (24/10).
Seperti dikutip dari Antara, Teguh mengatakan kepala daerah yang melakukangaming the systemterkait dengan manipulasi data inflasi sangat berbahaya untuk pengambilan keputusan karena data yang kurang tepat.
Teguh mengatakan langkah yang perlu diambil adalahpunishmentkepada daerah yang melakukan manipulasi data melalui pencabutan insentif atau bahkan penurunan Dana Alokasi Umum (DAU).
Secara khusus, Teguh mengingatkan terobosan-terobosan ekonomi yang dilakukan pemerintah harus dapat dikomunikasikan dengan baik kepada pemangku kepentingan.
Selain itu, tambah Teguh, pemerintah ke depan juga harus mampu menjaga optimisme masyarakat. Caranya, pemerintah baru harus melakukan transisi yangsmoothdan berkelanjutan tanpa ada gejolak yang berarti.
"Pemerintah baru sebaiknya tidak banyak melontarkan janji-janji yang tidak realistis serta melontarkan berbagaistatementyang tidak produktif. Selain itu, pemerintah harus dalam waktu cepat memberikan solusi terhadap penurunan jumlah kelas menengah dan juga protes kelas menengah dengan program yang realistis," kata Teguh.
Tingkatkan Efisiensi
Cara lainnya, tambah dia, penggunaan teknologibig data memantau dan mencatat data transaksi di suatu wilayah, sehingga akurasi bisa lebih mudah diperoleh serta dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran pemerintah.
Teguh menjelaskan berbagai tantangan tersebut harus segera diantisipasi dari sekarang. Harapannya, antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah baru bisa menciptakanreboundpertumbuhan ekonomi pada 2025.
"Kebijakan jangka pendek bisa dengan penundaan implementasi PPN 12 persen serta perluasan bantuan sosial untuk kelompok kelas menengah yang terkena PHK. Setelah itu, jangka panjang, pemerintahan Prabowo-Gibran harus fokus pada penciptaan lapangan pekerjaan di sektor formal," lanjut Teguh.
Selain itu, kata dia, dana bantuan sosial sampai saat ini masih dibutuhkan bukan hanya bagi kelompok ekonomi bawah. Namun, bantuan sosial diperlukan juga bagi kelas menengah yang terkena PHK agar mereka tidak jatuh miskin.
Dalam konteks saat ini, penyaluran bantuan sosial nontunai dan melaluiby namedanby addressadalah salah satu solusi yang baik agar tidak terjadi kebocoran.
Bisa juga penyaluran bantuan sosial dilakukan dengan ditawarkan seperti melalui skemaon demand application, di mana kelompok kelas menengah dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan bantuan sosial ketika mereka terkena PHK.
Untuk mencegah PHK dan membuka banyak lapangan kerja, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyarankan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan pekerjaan rumah di sektor investasi guna memacu pertumbuhan ekonomi.
"Perkiraan saya, untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dibutuhkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sekitar level 4," kata Esther.
ICOR adalah rasio yang menunjukkan efisiensi investasi suatu negara dalam menghasilkanoutputekonomi. Makin rendah nilai ICOR, artinya investasi yang dikeluarkan lebih efisien dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Adapun target nilai investasi yang diproyeksikan oleh Esther adalah sekitar 42 ribu triliun rupiah selama lima tahun yang diperoleh dari penanaman modal asing (PMA) serta penanaman modal dalam negeri (PMDN).