Pertamina merupakan perusahaan yang lahir pada 1968. Perusahaan migas tersebut dibentuk melalui penggabungan perusahaan pertambangan minyak negara PN Permina, dengan perusahaan minyak dan gas nasional PN Permigan, serta dengan PN Pertamin yang mengatur kontrak produksi dengan investor asing, eksplorasi dan produksi minyak bumi dan operasi tengah dan hilir.
Hal tersebut diutarakan dalam tulisan yang dipublikasikan International Institute for Sustainable Development (IISD), berjudul Lessons Learned from Indonesia's Attempts to Reform Fossil -Fuel Subsidies.
Dalam tulisan yang dibuat oleh Christopher Beaton dan Lucky Lontoh tersebut, menjelaskan pada gilirannya kekayaan minyak bumi Indonesia dan masuknya investasi asing menciptakan budaya yang kemudian disebut dengan akronim KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Pertama kali perwira tinggi militer ditempatkan di posisi politik dan ekonomi yang vital. Pada awal tahun 1968, Direktur pertama Pertamina adalah Mayor Jenderal Ibnu Sutowo.
Kemudian, melalui UU Nomor 8 Tahun 1971, pemerintah membuat aturan peran Pertamina untuk menghasilkan dan mengolah migas dari ladang-ladang minyak serta menyediakan kebutuhan bahan bakar dan gas di Indonesia.
Pertamina secara tegas diposisikan sebagai perusahaan minyak dan gas milik negara melalui UU itu yang mengharuskan semua perusahaan minyak di tanah air untuk beroperasi dengan kerjasamanya.
Hal tersebut memberikan ruang untuk Pertamina memainkan peran ganda sebagai regulator dan pemain pasar yang dominan di sektor minyak dan gas selama tiga dekade berikutnya.
Pertamina mencatatkan dirinya sebagai salah satu perusahaan minyak nasional pertama di dunia yang menggunakan 'kontrak bagi hasil', yakni perjanjian lisensi yang mengizinkan perusahaan asing untuk mengekstraksi sumber daya minyak, dengan syarat bahwa pemerintah Indonesia akan menerima persentase tertentu dari minyak yang diproduksi setelah perusahaan telah memulihkan biaya mereka.
Selanjutnya melalui UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas, pemerintah mengubah kedudukan Pertamina sehingga penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) dilakukan melalui kegiatan usaha.
Lalu tahun 2001, UU itu mengubah Pertamina menjadi PT Pertamina, sebuah badan usaha milik negara biasa. Perusahaan ini menggeser peran regulator ke Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan menetapkan pembentukan dua entitas baru: BP Migas, badan pengawas kegiatan hulu minyak dan gas bumi; dan BPH Migas, badan pengatur kegiatan hilir migas.
Undang-undang itu juga mendorong PT Pertamina untuk membangun anak perusahaan terpisah untuk mengelola bisnis eksplorasi, ekstraksi, dan produksi. Dengan mekanisme baru kekayaan minyak terkait KKN di bawah pengaturan ini diperkirakan telah jauh berkurang.
Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 2003 selanjutnya mengubah status Pertamina menjadi perseroan terbatas, PT Pertamina (Persero).