Otto Iskandar Dinata merupakan satu dari sekian Pahlawan Nasional yang gugur ketika memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Walaupun 77 tahun telah berlalu sejak dirinya diperkirakan meninggal pada 20 Desember 1945, kematian sang pahlawan masih menjadi misteri hingga saat ini.

Sebelum meninggal, pria kelahiran 31 Maret 1897 itu sempat aktif di berbagai organisasi seperti Boedi Oetomo cabang Pekalongan.

Sosok yang dijuluki sebagai 'Si Jalak Harupat' itu dikenal kritis terhadap kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda yang kerap menyengsarakan rakyat. Melalui organisasi Paguyuban Pasoendan, Otto Iskandar Dinata aktif menaungi pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.

Ia bahkan pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dalam sidang PPKI itulah Otto menunjuk Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang kemudian disepakati secara aklamasi oleh peserta sidang.

Tokoh yang juga wajahnya terdapat pada uang pecahan Rp20.000 cetakan tahun 2004 itu kemudian didapuk sebagai Menteri Negara yang mengurusi badan keamanan rakyat pada Kabinet Pertama Presiden Soekarno. Otto ditugaskan mengkoordinir pembentukan tentara yang ketika itu masih disebut dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Ia juga dikenal mengawali seruan "Merdeka" yang diucapkan oleh bangsa Indonesia ketika mengakhiri penjajahan. Kala itu, Otto menyerukan "Indonesia Merdeka" yang kemudian disingkat menjadi "Merdeka".

Namun nahas, perjuangan Otto harus berhenti tak lama setelah Indonesia baru saja merdeka. Pada suatu pagi di bulan Oktober, Otto menghilang begitu saja usai menjamu tamu yang tak begitu dikenalnya.

Dalam buku "Otto Iskandar Dinata, Riwayat Hidup dan Perjuangannya", Sutrisno Kutojo dan Mardanas Safwan menuturkan Otto dinyatakan gugur pada 20 Desember 1945, tanpa diketahui jasadnya.

Penetapan tanggal kematian Otto bahkan hanya didasarkan pada kesaksian seorang nelayan yang dari kejauhan melihat ada jasad yang dipancung dan mayatnya dilarung di laut.

Melansir laman museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id, diperkirakan pada 20 Desember 1945, Otto dihabisi di Pantai Mauk, Banten oleh Laskar Hitam yang tak puas dengan kebijakan penyatuan mantan anggota PETA bentukan Jepang dengan bekas prajurit KNIL bentukan Belanda.

Sekitar 14 tahun sejak dinyatakan gugur, sosok eksekutor dibalik kematian Otto yang bernama Mujitaba dan dibawa ke pengadilan. Mujitaba menuturkan para pemuda membawa Otto ke Rumah Tahanan Tanah Tinggi dan kemudian dipindahkan ke penjara polisi di Tangerang.

Walau jasad sang pahlawan tak pernah ditemukan, pemakaman tetap dilakukan secara simbolik dilakukan dengan menguburkan segenggam tanah dari Pantai Mauk, tempat Otto dieksekusi. Peti itu kemudian dimakamkan di Taman Bahagia, Lembang pada 21 Desember 1952.

Baca Juga: