Hari Valentine yang identik dengan pengungkapan cinta dan kasih sayang harus diwarnai dengan insiden berdarah yang dikenal sebagai pembantaian Hari Valentine atau Valentine's Day Massacre.

Hari ini 94 tahun yang lalu atau tepatnya 14 Februari 1929, perang antar geng di Chicago, Illinois, Amerika Serikat (AS),mencapai klimaks usai tujuh anggota gangster yang diketuai George "Bugs" Moran ditembak mati saat berdiri berbaris di sebuah garasi di 2122 North Clark Street.

Frank Gusenberg yang merupakan salah satu korban penembakan sebenarnya masih hidup dengan 14 luka tembak, namun ia memilih bungkam tentang pelaku penembakan terhadap dirinya dan teman-temannya. Ketika polisi bertanya siapa yang menembaknya, Gusenberg menjawab "Tidak ada yang menembak saya."

Banyak yang percaya bahwa mafia yang ditakuti, Al Capone lah yang berada di balik pembunuhan itu. Hal ini juga menjelaskan keengganan Gusenberg untuk mengatakan sepatah kata pun kepada polisi. Namun hingga saat ini, pelaku Valentine's Day Massacre masih belum diketahui secara pasti.

Melansir laman History, peperangan antar geng telah lama mewarnai Chicago selama akhir 1920-an, ketika kepala gangster Al Capone berusaha untuk mengkonsolidasikan kendali dengan menghilangkan saingannya dalam bootlegging, perjudian, dan prostitusi.

Sebagai informasi, bootlegging di AS mengacu pada pembuatan, pengangkutan, distribusi, atau penjualan minuman beralkohol secara ilegal selama periode ketika alkohol dilarang.

Diketahui, Al Capone mengkonsolidasikan kendali atas sebagian besar kejahatan Chicago dengan menembak mati para pesaingnya dengan kejam.

Pada tahun 1924, pihak berwenang menghitung sekitar 16 pembunuhan terkait geng, yang terus berlanjut hingga tahun 1929. Pada tahun itu, dilaporkan terjadi 64 pembunuhan terkait geng.

Larangan alkohol yang disahkan melalui Amandemen ke-18 pada tahun 1920, telah sangat meningkatkan pendapatan para gangster di AS melalui bootlegging, serta perjudian dan prostitusi. Pendapatan Capone dari kegiatan ini diperkirakan sekitar USD60 juta setahun.

Sementara, George "Bugs" Moran merupakan kompetitor Capone dalam hal operasi bootlegging.

Usai insiden penembakan tersebut, polisi yang hanya dapat menemukan beberapa saksi mata akhirnya menyimpulkan bahwa orang-orang bersenjata berpakaian polisi telah memasuki garasi dan berpura-pura menangkap orang-orang tersebut.

Hingga kini, tidak ada yang pernah diadili atas pembunuhan tersebut. Valentine's Day Massacre tetap menjadi salah satu kejahatan terbesar yang belum terpecahkan dalam sejarah.

Sementara bagi A1 Capone, Valentine's Day Massacre berhasil membawanya menjadi penguasa di Chicago dengan pendapatan yang naik signifikan. Capone telah menjadi gangster paling terkenal di negara itu yang dijuluki sebagai "Musuh Publik No. 1".

Sayangnya, keberhasilan Capone tidak bertahan lama. Ketenarannya membuat otoritas federal mulai menyelidiki Capone setelah dia gagal hadir di hadapan dewan juri federal setelah dipanggil pada Maret 1929.

Capone pun beberapa kali ditangkap karena masalah yang berbeda, mulai dari menghina pengadilan hingga membawa senjata tersembunyi.

Pada 1931, Departemen Keuangan AS telah meluncurkan penyelidikan terhadap Capone atas penghindaran pajak penghasilan.

Melalui akuntansi forensik yang rajin, Agen Khusus Frank Wilson dan anggota lain dari Unit Intelijen Internal Revenue Service berhasil menyusun sebuah kasus, dan pada bulan Juni 1931 Capone didakwa karena menghindari pajak pendapatan federal.

Capone lantas dijatuhi hukuman 11 tahun penjara. Dia dibebaskan pada tahun 1939 dan meninggal di rumahnya di Florida, AS, pada tahun 1947.

Baca Juga: