» Defisit diproyeksi akan membengkak hingga 1.039,2 triliun rupiah pada 2020.

» Pemerintah harus membuka buku lama yang mencatat piutang penerima BLBI.

JAKARTA - Di tengah kondisi ekonomi yang berkontraksi, penerimaan negara dari perpajakan makin seret. Sementara itu, pemerintah membutuhkan pembiayaan yang lebih besar untuk merangsang perekonomian agar pulih kembali. Hal itu menyebabkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) membengkak dan hingga Agustus 2020 sudah menyentuh 500,52 triliun rupiah atau 3,05 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Defisit itu bahkan diproyeksi akan semakin membengkak hingga akhir tahun di sekitar 6,34 persen dari PDB atau sekitar 1.039,2 triliun rupiah sesuai Peraturan Presiden (perpres) 72/2020 dan sebagian besar akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

Direktur Eksekutif Center Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menilai pemerintah sudah seharusnya tidak bergantung sepenuhnya pada penarikan utang dalam membiayai defisit yang membengkak, tetapi bisa mencari sumber pembiayaan lain.

"Daripada utang terus, pemerintah harus cari sumber penerimaan lain, salah satunya dari piutang negara. Piutang harus digali dan dioptimalkan penagihannya," kata Uchok kepada Koran Jakarta, Minggu (4/10).

Seperti diketahui, piutang negara tercatat pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebesar 358,5 triliun rupiah pada 2019. Jumlah tersebut kalau segera ditagih dan masuk ke rekening pemerintah akan sangat bermanfaat mengurangi pembiayaan defisit.

"Kalau piutang itu ditagih dan belum cukup, maka pemerintah harus menggali sumber pendanaan lain, misalnya utang konglomerat yang sudah dihapus buku. Jangan hanya menunggu mereka bayar sendiri. Harus ada tindakan-tindakan masif yang harus dilakukan pemerintah karena itu kan sudah lama. Pemerintah harus bertindak tegas menagih agar dibayar cepat," kata Uchok.

Pemerintah, katanya, sebenarnya memiliki banyak piutang, namun diabaikan sehingga banyak yang pura-pura lupa karena piutang itu juga punya kekuatan politik. Akibatnya, pemerintah tidak bisa menekan mereka.

"Dari BLBI banyak itu, perlu ditarik lagi dengan membuka semua buku-buku lama. Pemerintah harus menagih piutang-piutang lama," tegasnya.

Piutang negara dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) wajib ditagih karena itu belum dihapus, masih aktif. Sampai saat ini presiden belum pernah menghapus. Di Undang-Undang jelas disebutkan bahwa penghapusan piutang negara ditetapkan oleh presiden dengan persetujuan DPR untuk jumlah lebih dari 100 miliar rupiah.

Lakukan Somasi

Pemerintah sendiri melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di Jakarta, pekan lalu menyebutkan piutang pemerintah pusat pada 2019 sebesar 358,5 triliun rupiah yang terdiri dari piutang lancar sebesar 279,9 triliun rupiah dan piutang jangka panjang sebesar 60,6 triliun rupiah.

Dari jumlah tersebut, juga ada penyisihan piutang yang tak tertagih pada piutang lancar sebesar 187,3 triliun rupiah, serta piutang tak tertagih pada piutang jangka panjang senilai 3,7 triliun rupiah.

"Piutang lancar ini terbagi dalam piutang perpajakan yang mencapai 94,6 triliun rupiah serta piutang bukan pajak yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode laporan keuangan. Piutang bukan pajak mencapai 166,25 triliun rupiah," kata Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain, Lukman Effendi.

Piutang bukan pajak, jelas Lukman, timbul dari kegiatan operasional kementerian/lembaga (K/L) masing-masing serta dari Bendaraha Umum Negara (BUN). Piutang bukan pajak yang berasal dari K/L adalah sebesar 44,5 triliun rupiah, sedangkan piutang yang berasal dari BUN sebesar 121,7 triliun rupiah.

Untuk mengelola piutang negara yang berada dalam kementerian/lembaga dimulai dari pencatatan, penatausahaan, melakukan penagihan dan pembayaran tepat waktu, hingga melakukan somasi.

"Prinsipnya adalah piutang-piutang yang masih di K/L harus diselesaikan oleh K/L itu sendiri. Mereka harus catat, kemudian diadministrasikan dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan," jelasnya.

Secara terpisah, Ekonom Centre of Reform on Economic (Core), Yusuf Rendy Manilet, mengatakan pemerintah selalu kesulitan menagih piutang.

Kalau penagihan bisa optimal dan bisa digunakan membiayai pemulihan ekonomi, tentu defisit akan berkurang dari proyeksi. n uyo/E-9

Baca Juga: