» Peran pertanian sangat penting karena menciptakan lapangan kerja di perdesaan.

» Indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2019 berada di peringkat ke 62.

JAKARTA - Organisasi Pangan Dunia (FAO) pada Kamis (3/9) malam menggelar Konperensi Regional Asia Pasifik yang ke-35 membahas situasi terkini ketahanan pangan khususnya pengaruh penyebaran Covid-19 terhadap sistem pangan di seluruh dunia. Konferensi tersebut dilaksanakan secara online yang diikuti 400 peserta termasuk 46 menteri pertanian negara di Asia Pasifik dan dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu dari Roma Italia.

Dalam pidatonya Dongyu mengatakan upaya Pemerintah di hampir semua negara dengan melakukan pembatasan pergerakan orang dan barang mengganggu rantai pasokan pangan global.

"Tindakan untuk mengendalikan wabah virus dengan pembatasan pergerakan di perbatasan dan karantina wilayah menghancurkan mata pencaharian dan menghambat transportasi pangan bagi penduduk," kata Dongyu.

Akibatnya, pemborosan pangan meningkat karena petani harus membuang bahan pangan yang mudah rusak, sementara warga di pusat kota berjuang untuk mendapatkan makanan yang segar.

Banyaknya pangan yang terbuang sia-sia itu menyebabkan petani kecil dan keluarganya, para pekerja pangan di semua sektor, serta pekerja lain yang bergantung pada komoditas dan pariwisata sangat rentan pada masa pandemi ini.

"Kita perlu mengkaji kembali sistem pangan dan rantai nilai pangan, Kita harus lebih memanfaatkan inovasi dan teknologi pertanian yang ada, dan mempertimbangkan teknologi terbaru untuk atasi pemborosan pangan," kata Dongyu.

Delegasi Indonesia sendiri dalam kesempatan itu menyatakan pentingnya mendorong peran sektor pertanian dalam menciptakan lapangan kerja di perdesaan, meningkatkan pendapatan keluarga petani, serta memastikan ketahanan pangan nasional.

Saat ini, peran sektor pertanian di Indonesia cukup signifikan dengan kontribusi terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 14 persen dan menyediakan lapangan kerja bagi hampir separuh total penduduk.

Di tengah kondisi ekonomi yang berkontraksi atau negatif, sektor pertanian Indonesia pada kuartal II-2020 malah tetap tumbuh 2,19 persen secara tahunan atau year on year (yoy).

Berdasarkan Indeks Ketahanan Pangan Global, peringkat ketahanan pangan Indonesia mengalami peningkatan dari peringkat 74 pada 2015 menjadi peringkat 62 pada 2019.

"Untuk menjaga ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat di era normal baru, Pemerintah mengembangkan kebijakan diantaranya meningkatkan kapasitas produksi, mengembangkan diversifikasi pangan lokal, memperkuat cadangan pangan dan sistem logistik serta melakukan pengembangan pertanian modern,"sebut delegasi RI itu.

Pertahanan Nasional

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto sebelumnya menemui Wakil Presiden, Ma'ruf Amin untuk melaporkan persiapan penggarapan lahan pangan seluas 1,4 juta hektare mulai awal 2021 yang akan ditanami tanaman nonberas. Sebagian besar tanaman nonberas itu antara lain singkong, sagu, sorgum, dan jagung yang akan dikembangkan di berbagai daerah.

Penunjukan Menhan oleh Presiden sebagai koordinator pengerjaan lumbung pangan nasional karena ketahanan pangan merupakan bagian dari penguatan sistem pertahanan nasional, selain alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Yohanna M. L. Gultom mengatakan masih lemahnya akses petani ke pasar karena terbatasnya akses mereka terhadap informasi akan harga hasil produksi pertanian. "Petani juga tidak memiliki akses untuk menjual hasil produksinya ke pedagang besar di luar desa yang membeli dengan harga kompetitif. Makanya penjualan hasil produksinya ditampung tengkulan dengan harga yang murah," kata Yohanna.

Untuk memperkuat akses ke pasar yang kompetitif, maka perlu pengembangan kelembagaan yang inovatif yang meliputi jaringan informasi, komunikasi, dan teknologi (IKT) tentang pasar, terutama harga beras, gabah, pupuk, dan ramalan cuaca. n ers/E-9

Baca Juga: